Cerpen By Annisa
Aprilia dan Annida Sholihah
Desember 2013
Pernahkah
kalian menyukai saudara kalian sendiri? Bukan saudara kandung, lebih mengarah
ke saudara sepupu. Mungkin hanya satu perbanding sepuluh orang yang mengalami
hal tersebut, dan salah satunya adalah Nadya Sherliana.
Sejak
kecil. Gadis dengan suara imut dan sering dipanggil ‘Nadya’ oleh teman-temannya
itu diam-diam menyukai Angga Prasetyo, sepupu jauhnya. Umur mereka sama, cuma
berbeda bulan. Dari kecil, mereka selalu bersama. Hingga saat mereka berdua
kelas 4 SD, Nadya harus pindah ke Bekasi karena ayahnya dipindah tugaskan di
Kota Hujan itu.
Sejujurnya
Nadya tak pernah rela meninggalkan kota kelahirannya, Gresik. Terutama
meninggalkan Angga, orang yang selama ini selalu menemaninya, baik di rumah
maupun di sekolah. Orang yang tahu segala kekurangannya, hal yang sangat Nadya
benci -berbicara di depan umum- Orang yang selalu ada di sisi Nadya kapanpun,
dan d imanapun.
Sekarang,
dia tinggal di Bekasi. Memulai kehidupan baru, pertemanan baru, belajar mengenal
sifat-sifat orang Bekasi, dan hal-hal lain. Dan bahkan Nadya mau tak mau harus
menjalani hari-hari sendirian, tanpa ada Angga di sisinya. Itu terasa sangat membosankan.
Bahkan bagi sebagian orang lain.
***
Sudah
hampir 7 tahun mereka berpisah, beda kota dan sekolah. Mereka tumbuh
bersama-sama saat lahir dan terpaksa berpisah karena keadaan yang tak terduga.
Walaupun
setiap liburan sekolah atau bahkan saat lebaran mereka bertemu. Entah itu
keluarga Angga yang ke Bekasi ataupun sebaliknya. Tetap saja, Nadya dan Angga
tidak lagi bisa tumbuh bersama-sama. Mereka menjalani kehidupannya
masing-masing.
Sepertinya
liburan sekolah tahun ini, keluarga Nadya memutuskan untuk berlibur ke Gresik.
Sudah dari beberapa hari yang lalu Nadya menanti-nantikan waktu yang menurutnya
jarang terjadi, setiap hari dia selalu merengek kepada papanya agar liburan
sekolah yang akan datang agar sekeluarga dapat berlibur di Kota masa kecilnya.
Semua penolakan ayahnya tidak membuat Nadya putus asa. Hingga akhirnya usaha
Nadya tak sia-sia. ayahnya-pun setuju. Syukurlah.
Sengaja
Nadya tidak memberitahu Angga tentang rencananya itu, ia ingin membuat kejutan.
Nadya hanya menghela nafas panjang saat memikirkan hal lain. Mengenai ayahnya yang
sudah memberitahu ayah Angga, dan sialnya. Ayahnya Angga sudah pasti memberitahukan
hal itu ke seluruh keluarganya, tentu saja termasuk pada Angga.
Perjalanan
yang memakan waktu lama tidak membuat Nadya bosan. Ingin sekali rasanya dia mengirim
sms ke kontak Angga, tapi lagi-lagi Nadya buru-buru menepis keiginannya itu.
Jaga Image Nad. Ingat rencana awal.
***
Sesampainya
di Gresik, khususnya di rumah Angga. Keluarga Nadya disambut hangat oleh
keluarga Angga. Mereka dipersilahkan masuk dan mama Angga bahkan langsung
menunjukkan kamar untuk Nadya. Perjalanan yang memakan waktu hingga kurang
lebih 8 jam tentu saja melelahkan.
Nadya
tidur dengan kakak dan adiknya, yang dua-duanya cewek. Yap. Semua kakak-beradik
di keluarga Nadya cewe, tak ada satu-pun yang cowo. Sebaliknya keluarga Angga cowok
semua. Umur mereka pun sama, kakak Nadya seumuran dengan kakak Angga, Nadya
seumuran dengan Angga, hanya adik Nadya yang beda 1 tahun dari adik Angga yang
lahir lebih dulu.
Saat
ini, Nadya berada di sebuah kamar ber-cat warna biru, kamar yang sudah seperti
layaknya kamar Nadya sendiri. Dari dulu sampai sekarang. Kamar ini tak pernah
berubah. Tak ada yang tau bahwa kamar ini sengaja tak di ubah, dari segi
dekorasi.
Dulu,
saat Nadya masih tinggal di Gresik, jika dia sedang ngambek dengan kedua orang
tuanya dia selalu menginap di rumah Angga. Tapi tentu saja mama Angga
memberitahu mama Nadya agar tidak cemas, mama Nadya pun hanya dapat
menggelang-gelengkan kepalanya dan meminta maaf karena sudah membuat repot. Keluarga
mereka sudah sangat dekat di bandingkan dengan keluarga yang lain.
Ada
yang aneh. Ketika keluarganya datang mereka memang disambut dengan keluarga
Angga. Ada Pakdhe, Budhe, kak Reno dan bahkan
adiknya, tapi dia tidak melihat Angga disitu.
Kemana
dia? Sedang tidur? Jam segini?
Nadya
menatap jam dinding di sudut jendela. Saking penasarannya, setelah selesai merapikan
baju di dalam lemari. Nadya langsung melangkah keluar kamar dan mendekati
mamanya Angga.
“Budhe,
Angga kemana? Lagi tidur ya?” Tanya Nadya polos
“Ohh,
Angga tadi pagi udah berangkat sayang”
“Berangkat?
Kemana?” Ekspresinya masih bingung, Nadya menatap Budhe-nya dengan pandangan
bertanya-tanya.
“Katanya
sih dia mau nginep sama teman-teman sekelasnya.”
“Hah? Nginep? Berapa hari bude?”
“3 hari sayang”
“Ya
udah deh, Nadya ke kamar dulu yaaa ” Nadya tersenyum terpaksa.
Angga lagi nginep sama teman-teman
sekelasnya. Dia gak ada di sini. Terus buat apa aku ada di sini kalo gak ada
Angga? Kesel!
Nadya
membenamkan wajahnya di atas bantal. Banyak yang ingin dia ceritakan pada Angga.
Tentang SMA barunya, teman-teman barunya, dan sahabat barunya. Nadya merasa
lelah, jam sudah menunjukkan pukul 23.00 wib, tanpa disadari dia tertidur
pulas.
***
3
hari berlalu sejak dia menginap di rumah Angga.
Hari-harinya
disibukkan dengan belanja bareng mamanya Angga. Karena Budhe-nya itu tidak mempunyai
anak perempuan satu pun, jadi setiap pergi berbelanja pasti selalu saja sendirian.
Anak cowok mana mungkin mau ikutan belanja, membayangkannya sedikit-pun mereka
tak sudi.
Budhe-nya diam-diam menunggu saat liburan
sekolah atau lebaran. karena saat itu dia bisa pergi berbelanja bareng Nadya,
kakaknya dan juga adik-adiknya. Tantenya termasuk royal, dia membelikan
apapun yang diinginkan mereka bertiga. Tapi tentu saja mereka tidak pernah memanfaatkan
kebaikan budhenya itu, mereka hanya membeli satu barang dari beberapa barang
yang ditawarkan.
Selesai
berbelanja, mereka kembali ke rumah, dari jauh tampaknya mereka sangat senang
dengan saling tertawa dan memegang kakinya masing-masing. Ya, hampir 4 jam
mereka berkeliling mall. Kapan lagi bisa merasakan moment seperti ini?
Aaaaa Terima kasih banyak Budhe ^-^
Langkah
Nadya terhenti saat ia melihat Angga yang sedang memainkan gitarnya di teras
depan. Dia pun menghampirinya.
“Angga?”
Tanya Nadya hati-hati. Orang di depannya tampak berubah banyak.
“Eh
kamu, udah belanjanya Nad?” ucapnya sambil melirik plastik belanjaan yang dibawa
Nadya.
“Udah,
nihhhh :D” Nadya memamerkan belanjaannya itu di depan muka Angga dengan
ekspresi lucu yang hanya di tunjukkan di depan Angga.
“Dasar
cewek…” Balas Angga yang tampaknya terdengar hanya seperti gumaman.
“Oya,
kamu bisa main gitar?”
“Bisa
dong.”
“Sejak
kapan?”
“Sejak
masuk SMA, aku juga punya band loh” kata Angga bangga.
“Kok
gak pernah cerita”
“Ya,
aku pikir kamu gak tertarik. Mau aku ajarin gak main gitar?”
Tertarik kok. Aku tertarik apapun
tentang kamu.
“Mauuu,
tapi yakin kamu mau ajarin aku? Aku kan serada susah buat belajar, apalagi
belajar gitar. Aaaah udah gaperlu aaah” Nadya pura-pura sok jual mahal. Tapi
akhirnya dia tertawa di ikuti tawa Angga.
“Iya,
yakin. Aku juga tau kok, kamu kan harus diajarin berulang kali dulu baru
ngerti” Angga tersenyum mengejek, dan berheti tertawa saat itu juga.
“Ihhh…”
Nadya
menjitak kepala Angga dan menjulurkan lidahnya. Lalu masuk ke dalam tanpa
menoleh kembali. Dia sempat mendengar Angga berkata, “Bercanda.. Kalo mau
diajarin besok pagi aja, kamu juga kayaknya capek habis belanja.”
Mendengar
kata-kata tadi membuat Nadya tak bisa berhenti tersenyum. Mereka memang selalu
berantem –setiap saat- tapi tidak akan berlangsung lama. Angga selalu mengalah,
meminta maaf, dan mengajaknya mengobrol kembali. Tak akan asyik tanpa ada
pertengkaran kecil dalam keseharian mereka.
***
Malam
harinya, saat Nadya lagi duduk di teras sambil teleponan dengan sahabatnya di
Bekasi, Angga datang dan duduk di sebelahnya.
“Angggaaa…
coba ngomong hallo… Begitu” Nadya mendekatkan Hpnya ke mulut Angga.
“Hallo…?”
“Hahaha,
tuh Niken, denger kan suara Angga? Angga ini Niken, cantik loh orangnya…”
Angga
hanya duduk di samping Nadya, melongo tak karuan mendengarkan cewek-cewek
mengobrol melalui HPnya. Melihat itu, Nadya pun mengakhiri pecakapannya dengan
Niken.
“Iyaa,
dadah Niken”
Sekilas
Angga melirik Nadya, masih dalam ekspresinya yang sulit di jelaskan.
“Anggaaa,
Nadya mau cerita.. Nadya punya sahabat namanya Niken, baik orangnya. Nadya juga
punya teman-teman baru, tapi belum terlalu akrab, kamu tau sendiri kan Nadya
susah akrab sama orang baru.”
“Hmm,
iya, trus?”
Sejak
dulu sampai sekarang selalu begitu jawabannya. Seakan-akan Angga tidak tertarik
dengan cerita Nadya. Kadang ada saatnya Nadya merasa kesal dengan sikapnya,
tapi lambat laun Nadya belajar bertahan dan mulai memakluminya. Dia hanya berpikir mungkin saja cowok begitu,
gak peka, gak bisa memberi tanggapan yang lebih menyenangkan.
“Kok
diam?” tanya Angga heran.
“Gapapa
ko Ngga. Udah malam, tidur yuk. Besok jangan lupa ajarin Nadya main gitar ya.
Goodnight!” Nadya meninggalkan Angga yang masih duduk menatap langit malam yang
dihiasi bintang-bintang. Diam-diam Angga tersenyum.
***
Pagi-pagi
Nadya sudah dibangunkan oleh kak Siska, kakak perempuannya. Dia membuka sedikit
matanya dengan susah payah, tampak kak Siska yang sudah rapi dengan baju
olahraga, di sebelahnya -adik perempuannya- Amel, sudah siap juga memakai baju
olahraga yang sama seperti Kak Siska.
“Ayo
bangun! Kita jogging!”
Dengan
berat hati Nadya akhirnya-pun bangun. Kalau saja sekarang dia bukan ada di
rumah Angga, pasti dia akan menolak tegas ajakkan jogging kak Siska.
Menurutnya, waktu tidur bagi anak sekolah itu limited edition, jadi waktu
liburan gini harus dimanfaatkan sebaik mungkin untuk tidur. Matanya masih
setengah terpejam, Nadya berlari kecil menuju kamar mandi.
Selesai
mandi, Nadya memakai baju olahraga dan tak lupa kerudung segitiganya. Dia
keluar kamar, melihat Kak Siska, Amel, Angga, Farhan, dan Kak Rian sudah
menunggunya di depan.
“Ayo
kita jogging” ucap Nadya memberi semangat. Spontan. Kak Siska dan Amel hanya
bisa begong melihat perubahan sikap Nadya.
Mereka
jogging berpasangan, Kak Siska dan Kak Rian, Amel dan Farhan, dan tentu saja
Nadya dan Angga. Dan siapa lagi yang mengusulkan ‘jogging pasangan’ jika bukan
Nadya? Orang yang di maksud hanya bisa senyum-senyum sendiri menahan malu.
Jam
menunjukkan pukul 07.10 WIB. Mereka-pun
istirahat dan memesan bubur ayam di pinggir jalan untuk menghilangkan rasa
lapar yang sudah dari tadi mengganggu acara jogging mereka. Setelah dirasa
cukup, Kak Rian mengusulkan agar segera kembali ke rumah.
“Anggaaa,
ayo ajarin main gitar!!!” teriak Nadya, 10 menit setelah menginjakkan kaki di
rumah.
“Iya,
nanti aku ambil gitarnya dulu”
Angga
masuk ke dalam rumah, beberapa menit kemudian dia keluar lagi sambil membawa
gitar coklatnya. Dia duduk di teras sebelah Nadya. Mereka berdua masih
mengenakan pakaian yang sama –pakaian olahraga-
“Nih,
yang gampang dulu, kunci C” Angga memberitahu Nadya kunci C.
Pelan-pelan
Angga memberitahu beberapa kunci gitar. Nadya hanya manggut-manggut saja
melihatnya.
“Coba
nih Nad” Angga memberikan gitarnya pada Nadya. Dengan sigap Nadya mengambilnya
dan mencoba kunci-kunci gitar yang baru saja dikasih tahu Angga.
“Salah,
telunjuk kamu agak keatasan”
“Gini?”
Setengah
jam Nadya belajar gitar, dimulai dari kunci-kuncinya, tapi tidak semudah
perkiraannya. Buktinya dia belum bisa semua kunci, dia hanya bisa kunci C, kunci
G, kunci E, kunci A dan kunci D. Angga hanya menghela nafas lelah menatap Nadya
yang tak mau menyerah.
“Udah
dulu deh belajar gitarnya. Nih sekarang aku main gitar, kamu yang nyanyi.” kata
Angga, dia mengambil gitarnya.
“Ihh,
gak mau, gak bisa nyanyi ah”
Nyanyi?
Hal yang menyenangkan, Nadya suka sekali benyanyi, tapi itu hanya untuk
didengarnya sendiri. Kalau untuk di dengar orang lain, terutama Angga.???
Gak, aku gak akan mau!
“Ya
udah nyanyi yang kamu bisa aja, apa?”
“Ihhh
gak peka banget sih, udah main-main aja gak usah pake dinyanyiin.”
“Gak
seru, enakan dinyanyiin”
“Ya
udah kamu aja yang nyanyi” Nadya mulai ngambek,
“Kan
aku udah main gitarnya, masa nyanyi juga, trus kamu ngapain?” Masih keras
kepala, Angga tetap tak setuju.
“Jadi
penonton setia aja yaa”
Akhirnya
Angga pun mengalah. Dia menyanyikan lagu Bruno Mars, Rest of My Life. Nadya
pelan-pelan mengikuti Angga menyanyi, hanya dengan suara pelan, dia tidak mau
merusak keindahan permainan gitar dan suara Angga. Secara bergantian, Angga
bernyanyi sambil sesekali menatapnya lalu menatap gitarnya. Cara permainan
gitar yang biasanya hanya di lakukan oleh pemeran tokoh dalam drama-drama.
Aaaaah~ Indah sekali.
***
Tanpa
terasa sudah 1 minggu keluarga Nadya menginap di rumah Angga. 3 hari lagi
mereka sudah masuk sekolah. Memasuki semester baru. Jadi, hari ini Nadya dan
keluarganya memasukkan baju dan barang-barang tertentu ke dalam koper sebelum pamit untuk
pulang.
Kembali ke Bekasi lagi, berpisah
sama Angga lagi. Membosankan.
“Hati-hati
yaaa…” ucap mamanya Angga.
“Iya,
makasih banyak Budhe maaf, banyak ngerepotin ya”
“Gak
kok sayang”
“Nanti
lebaran gantian dong kalian yang ke Bekasi ”
“Oke
deh! Siap! hehe”
Orang
tua Angga dan orang tua Nadya saling mengucapkan kata perpisahan. Nadya melirik
ke arah Angga, menatap matanya, kata orang mata itu gak pernah bohong, selalu
jujur. Dan dari mata Angga tidak tampak terpancar rasa kesedihan, apalagi
kehilangan.
Aaaaah sudahlah Nad. Jangan
berlebihan.
Nadya
tersenyum kecut, dia tahu, dia hanya bertepuk sebelah tangan. Angga tidak
mungkin berpikir hal yang sama dengan dia, menyukai saudara sepupu? Impossible.
Nadya
mengalihkan perhatiannya ke arah Budhe dan mamanya yang saling berpelukan.
Tiba-tiba sebuah tangan merangkulnya dan terasa hangat. Kak Rian. Kak Rian
hanya tersenyum dan mengucapkan sampai jumpa tahun depan. Tangis Nadya hampir
saja pecah. Nadya hanya bisa mengangkat bahu. Mencoba bersikap dewasa di depan
mereka.
***
Beberapa
bulan kemudian Nadya mendengar kabar buruk dari keluarga Angga. Mama dan ayah Angga
telah bercerai. Alasan perceraian itu karena papa Angga selingkuh dengan teman
kerjanya di kantor.
Ya ampun Angga, apa yang kamu
pikirkan ketika mendengar kata perceraian itu?
Nadya
langsung mengambil HPnya dan menelepon Angga. Telepon itu tidak dijawab. Nadya
beranggapan Angga memang tidak ingin menjawabnya. Tapi dia tidak putus asa,
dia tetap berusaha meneleponnya, hingga pada deringan ke-6, Angga pun
menjawab teleponnya.
“Hallo?”
jawab Angga malas
“Hallo,
Angga?”
“Udah
dengar ya kamu?” tanya Angga lirih memotong kata-kata Nadya.
“Ya
gitu deh”
“Haha,
biasa aja nanggepinnya. Itu kan cuma cerai, bukan meninggal, jadi aku masih
bisa ketemu ayahku.” Suaranya datar. Tetap saja ada yang ganjil.
Angga pembohong! Mungkin
dia bisa bilang kayak gitu, tapi dari suaranya terdengar nada kesedihan. Nadya
ingat Angga pernah berkata bahwa dia bangga dengan sosok ayahnya dan dia ingin menjadi
seperti ayahnya itu. Tapi setelah dia tahu ayahnya ternyata selingkuh, dia
pasti sangat kecewa. Terlalu kecewa untuk seorang seperti Angga.
“Oy,
masih disitu kan?” tanya Angga cemas, karena sejak tadi dia tidak mendengar
suara Nadya.
“Kalau
mau nangis, nangis aja Ngga, gak perlu pura-pura tegar gitu.” Ucap Nadya bijak
“Apa
sih, sejak tinggal di Bekasi kamu jadi lebay ya haha” Suaranya masih sama,
bahkan tawa Angga-pun tampak sumbang.
“Gak
usah maksain buat ketawa, Ngga. Sama sekali gak lucu” Nadya mulai gemas dengan
tingkah sepupunya itu.
“Udah
ah, aku mau mandi dulu, bau! Dah Nadya” Angga menutup teleponnya begitu saja.
Mau mandi? Alasan yang aneh.
Nadya
melirik jam dinding di kamarnya, jam 11.00 WIB. Angga memang termasuk cowok yang
paling rajin mandi, dia selalu mandi pagi, gak mungkin jam segini dia baru mau
mandi. Angga memang pembohong yang payah! Dia pasti sengaja menghindari Nadya.
Menurut
kabar yang Nadya dapat dari mamanya, Angga, kak Rian dan Farhan tinggal
bersama Budhe. Ayah Angga pekerjaannya tidak tetap, selalu pindah-pindah kota.
Kalau anak-anaknya ikut ayahnya, sekolah mereka pun harus pindah-pindah, dan
itu tidak baik. Mungkin alasan itulah yang menjadi alasan lain kenapa Pakde
bisa berbuat hal begitu. Bahkan Pakde jarang bertemu keluarganya. Kasihan
mereka…
Awalnya
ayah Angga masih suka menghubungi Angga dan saudara-saudaranya, tapi beberapa
tahun kemudian, ayah Angga semakin jarang menghubungi mereka.
Perlahan-lahan
Angga pun mulai terbiasa hidup tanpa seorang ayah, tanpa kepala rumah tangga.
Yang dia pikirkan sekarang adalah membahagiakan satu-satunya orang yang dia
sayang, mamanya.
***
EPILOG
Aku sudah di akhir kelas 12. Cepat
sekali waktu berlalu…
Tanggal
14 April kemarin. Mereka baru saja melaksanakan UN, dan seminggu yang lalu
mereka baru saja menerima hasilnya. Mereka berdua lulus, nilai UN Nadya lebih
besar dari Angga, karena itu Angga pun meminta Nadya untuk mentraktirnya sebagai perayaan. Nadya
setuju-setuju saja.
Sekarang,
mereka sama-sama sedang menunggu jam 20.00 WIB, di tempat yang berbeda, di
waktu yang kurang dan kelebihan 1 atau 2 menit-an. Untu apa? untuk melihat
pengumuman SNMPTN. Pengumuman yang kita tunggu-tunggu. Khususnya anak kelas 12.
5
menit lagi…
Deg-deg-deg-deg-deg
Nadya
dan Angga sudah siap di depan laptopnya masing-masing, Bekasi dan Gresik, di
layar laptop mereka, terlihat situs
SNMPTN. Perasaan mereka tak karuan, Angga sudah tak sabar. Di lain tempat Nadya
hampir menangis histeris. Tak lupa mereka berdoa kepada Allah SWT agar diterima
di PTN yang mereka inginkan.
Pukul
20.00 WIB…
Angga
dan Nadya mengetikkan passwordnya masing-masing, menunggu loading, dan terpampanglah
pengumuman SNMPTN >,<
Mereka
menatap layar dengan ekspresi yang sama.
“Alhamdulillah…”
Ucap salah satu dari mereka
Telepon
berdering.
“Hallo,
gimana hasilnya?” Tanya Nadya Antusias
“Gagal!
Kamu?” Jawab Angga dengan Intonasi yang datar.
“Alhamdulillah
keterima. Ya udah jangan sedih Ngga, semangat untuk SBMPTN, pasti bisa!”
“Sedih?
Siapa yang sedih? SBMPTN? Buat apa?” Angga tertawa diam-diam di tempatnya
“Buat
ikut tes PTN lah” Tampaknya Nadya tidak sedang dalam mood bercanda.
“Ngapain,
aku gak keterima dipilihan jurusan satu, tapi keterima dipilihan jurusan kedua
tau. Haha” Akhirnya Angga mulai tertawa terbahak-bahak saking lucunya
“Jadi?
Kita sama-sama kuliah di UNDIP?” tanya Nadya untuk memastikan. Masih tak
percaya. Kecil sekali kemungkinan di terima di pilihan kedua.
“Iya
Nadyaaa. Sama-sama di Undip, tapi beda jurusan. Puas?”
Nadya
berpikir ulang, dari sekian banyak orang, mereka berdua sama-sama Diterima di
UNDIP walaupun beda jurusan. Tetap saja satu universitas! Tapi kemungkinan
untuk sama-sama satu kampus-kan sangat kecil. Aneh sekali ya kan?
Apa mungkin ini artinya kita
berjodoh? Haha, gak mungkin Nad. Gak mungkin banget!
Flashback
ke percakapan Nadya dengan Angga sebulan yang lalu, saat itu Angga meceritakan
dengan gembira dipenuhi rasa malu kalau dia sudah punya pacar di Gresik.
Namanya Luna.. Nadya malah membayangkan Luna Maya, tapi setelah melihatnya di
foto page FB, ternyata Luna wanita yang cantik. Yahhh.. Harapannya sudah pupus,
dia tidak mungkin pacaran dengan Angga, tentu saja tidak, mereka saudara
sepupu. Tapi, tak pernah Angga berbicara dengan nada malu-malu seperti itu. Tak
pernah. Tentu. Kecuali hari itu.
Udah ah, jangan mikirin Angga terus,
aku punya kehidupan, kehidupan baruku di UNDIP! Angga tetap sahabat aku! Sepupu
aku! Aku cuma nge-fans! Move On Nad!
“Halloo,
Nad kamu gak pingsan kan?” Tanya Angga di seberang telepon dengan nada
bercanda.
“Gak
dong, tunggu aku di UNDIP ya! Bye”
Nadya
melihat masa depannya cerah, secerah hatinya saat ini. Dia senang, dia bisa
membuat orang tuanya bangga. Dia pun bisa menyusul kak Siska yang sudah lebih
dulu masuk UNDIP. Dia akan berusaha menjadi mahasiswi komunikasi yang baik dan
membahagiakan keluarganya dan tentu saja, ada Angga di sana. Gak ada lagi kata
“Bete” dalam kamus hidupnya.
SELAMAT DATANG KEHIDUPAN BARU ^_^
Makasih buat sahabatku, Annida Sholihah : http://annidatorytory.blogspot.com/