Suasana
di cafĂ© ‘Lovely’ malam itu sangat ramai dengan beberapa pasangan yang sedang
merasakan malam Minggu. Seorang cowok berjalan mendekati seorang cewek yang
sedang duduk termenung memandang minuman di depannya, beberapa kali dia melihat
Hpnya, menunggu balasan dari seseorang.
“Boleh
duduk?” tanya seorang cowok membuyarkan lamunan cewek itu.
Cewek itu
menatap sekilas ke mata cowok itu, menghela nafas kesal, dan menjawab, “Ya
udah..”
“Haha,
selalu gitu.” Cowok itu tertawa renyah dan duduk berhadapan dengan cewek itu.
Tidak ada
percakapan di antara mereka. Cowok itu hanya memesan minuman dan makanan ke
pelayan, lalu menatap cewek di depannya sambil tersenyum simpul.
“Maaf ya
Lidya, tadi ada perlu sebentar.” Akhirnya cowok itu, David, memecah keheningan
di antara mereka berdua.
Lidya,
cewek yang duduk berhadapan dengan David hanya memainkan sedotan di minumannya
dan berkata, “Sebentar? Aku rasa setengah jam itu lama.”
David
melihat jam tangan yang melingkar di tangan kanannya, mengernyitkan dahinya,
“Setengah jam? Sorry banget yaa. Jangan marah, jangan cemberut, nanti cantiknya
hilang loh.”
Basi..
Hambar..
Itu lah yang
dirasakan Lidya sekarang, kata-kata manis yang diucapkan David, pacarnya, tidak
lagi bisa membuat Lidya tersenyum, bahkan bahagia. Tidak seperti dulu lagi.
Entah
mengapa, David mulai terlihat sibuk, tidak seperti dulu yang selalu ada waktu
untuk Lidya. Walaupun itu hanya sekedar menanyakan kabar lewat sms. Lidya bukan
egois dan tidak memahami kesibukan David di kampus, tapi dia merasa ada sesuatu
yang berbeda dari sikap dan perilaku David.
Pesanan pun
datang, mereka berdua makan bersama. Tetapi masakannya terasa hambar di lidah
Lidya. Sama seperti hatinya saat ini, hambar.
Saat ini
adalah 13 bulan mereka pacaran, sudah lebih dari satu tahun. Memang setiap
tanggal 11 di tiap bulan, mereka selalu menyempatkan diri untuk makan bareng
atau hanya sekedar bertemu jika memang salah satu dari mereka sibuk.
Tanggal 11
bulan kemarin adalah saat-saat yang membahagiakan di dalam hidup Lidya, karena
itu adalah 1 tahun mereka pacaran. David memberikan surprise dengan mengajaknya
candle light dinner, sebuah keinginan Lidya dari umur 17 tahun yang selalu dia
katakan kepada David.
Mengingat
kejadian itu, Lidya sangat yakin dia tidak akan berpisah dengan David. Tapi
sayangnya keyakinan itu harus pupus. 2 hari setelah anniversary, Lidya yang
sedang duduk di bangku penonton menunggu David bermain futsal, memegang Hp
David yang sengaja dititipkan David kepadanya. HP itu bergetar dan Lidya
melihat nama pengirim sms ‘Violet’.
Lidya sempat berfikir itu hanya teman sekelas David yang menanyakan tugas, tapi
karena penasaran, dia membuka sms itu dan melihat beberapa sms David dan
Violet.
Membaca sms
itu Lidya sempat terdiam sejenak, ‘hei
orang ngangenin tiada hingga’, itu salah satu sms dari David untuk Violet.
Dengan hati yang sakit Lidya trus membaca sms David ke Violet, kata-kata yang
selalu diucapkan David untuknya, dia ucapkan juga untuk Violet. Emoticon yang
selalu diberikan David untuknya, dia berikan juga untuk Violet. Tanpa terasa
air mata jatuh di pipi Lidya.
Priiitttttttttt…
Wasit meniup peluit tanda pertandingan futsal berakhir dan kemenangan untuk tim
futsal David. Kedua tim saling bersalaman dan meninggalkan lapangan.
Lidya yang
mengetahui pertandingan telah selesai langsung menghapus air matanya dan
menunjukkan sikap senormal mungkin kepada David. Dia hanya tidak ingin merusak
suasana David yang sedang bahagia karena kemenangannya. Terpaksa dia tersenyum
kecil.
“Heiii,
Lidya?” David menggerak-gerakkan telapak tangannya di depan muka Lidya.
“Hmm?”
Lidya sadar dari lamunannya. Dia sekarang berada di cafe, duduk berhadapan
dengan David yang memperhatikannya.
“Kenapa?”
David terlihat cemas.
Lidya hanya
menggeleng-gelengkan kepalanya, “Aku mau pulang..”
“Kamu
sakit?” David menggenggam tangan Lidya dan menatapnya khawatir.
“Gak kok..
Mau pulang aja.”
David
menghela nafas pendek, tidak mau berdebat dengan Lidya, dia membayar pesanan
makanan, dan mengantar Lidya pulang. Selama perjalanan pun Lidya hanya diam.
Berulang kali David melihat ke belakang untuk memastikan bahwa Lidya baik-baik
saja.
“Ya udah
kamu istirahat ya, aku benar-benar minta maaf. Aku janji gak bakal telat lagi.”
ucap David ketika sampai di depan pintu rumah Lidya.
“Gak usah
janji-janji lagi.”
David
mengernyitkan dahi, “Ada yang mau kamu katakan?”
“Kita putus
ya.” Lidya tersenyum dan menatap tajam mata David.
“Hei kamu
bercanda kan, masa karena aku telat aja kita sampai putus.”
“Bukan
karena itu aja.”
“Hmm?”
“Karena
Violet.”
David
tersentak mendengar Lidya menyebut nama itu, “Violet?”
“Iya,
gebetan kamu, pacar baru kamu, selingkuhan kamu…”
“Tunggu,
kamu salah paham!”
“Apa
kata-kata mesra, manis, emoticon sayang, itu disebut salah paham?” Lidya
menatap David meminta jawaban.
“Yahh kamu
benar, tapi aku benar-benar minta maaf. Aku sayang kamu Lidya.”
“Sayang?
Setau aku, sayang itu cuma kesatu orang. Kalau lebih dari satu orang, apa itu
masih disebut sayang?”
“…” David
hanya diam.
“Kamu
selalu bilang sayang sama aku, tapi kamu juga bilang sayang ke dia kan? Kamu
mikir gak sih kalau itu salah. Kamu memberikan harapan ke dua orang cewek! Dan
aku rasa itu jahat!”
“Mungkin
kamu berfikir aku jahat. Tapi saat itu kamu semakin cuek sama aku lalu dia
datang dengan segala perhatiannya. Aku bingung…“
“Kalau kamu
bingung dan gak bisa memilih. Lebih baik aku yang memilih. Aku rasa, lebih baik
kita putus!”
“Tapi aku
benar-benar sayang kamu Lidya.”
“Tapi aku udah gak sayang sama kamu lagi,
sejak aku tau kamu dengannya. Rasa ini kembali seperti awal, saat aku hanya
menganggap kamu sebagai teman. Bahkan mungkin sekarang hanya sebagai orang
asing. Kamu beda, kamu bukan lagi yang dulu. Aku kehilangan kamu yang dulu!”
“Lidya
tunggu, kasih aku kesempatan..” David memegang tangan Lidya penuh harap.
“Aku udah
ngasih kamu kesempatan, tapi kamu sia-siakan. Dan aku gak akan ngasih kamu
kesempatan kedua, karena di hidupku gak ada yang namanya kesempatan kedua,
kesempatan itu cuma satu.”
“Please
Lidya..”
“Ya,
mungkin aku cewek yang terlalu cuek dan dia cewek yang penuh perhatian. Kamu
mungkin merasa nyaman sama dia, dan mulai bosan sama aku.”
“Gak, kamu
salah! Bukan gitu!”
“Lalu?”
“Aku cuma
ingin membuatmu cemburu.”
“Membuat
aku cemburu tapi diam-diam?”
“Aku gak
diam-diam. Apa kamu gak lihat aku pernah beberapa kali ngirim mention untuk
dia? Aku kira kamu bakal ngestalk twitter dia dan melihat isi twitternya yang
semuanya untukku. Dan itu akan membuatmu cemburu.”
Lidya
menatap heran David, “Oke stop apapun alasan kamu. Yang penting sekarang aku
mau kita putus! Silahkan kalau kamu mau jadian sama dia. Karena sesuai ucapanmu
tadi, twitter dia isinya tentang kamu semua, itu membuktikan dia suka kamu.
Hargailah dia, aku dan dia sama-sama cewek. Jadi aku ngerti gimana perasaan
dia.”
“Tapi.. Aku
khawatir kamu..”
“Tenang,
aku bakal baik-baik aja. Aku bisa menemukan cowok yang lebih baik dari kamu,
karena aku akan berusaha menjadi cewek baik. Bukankah cewek baik-baik untuk
cowok baik-baik juga?” Lidya tersenyum tulus.
“Baiklah,
walaupun ini berat buat aku. Aku benar-benar minta maaf, dan sampai saat ini
aku tulus ngomong sayang ke kamu.” David berkata lirih.
“Iya,
makasih untuk sayang kamu dan untuk semuanya. Maaf ya kalau aku punya salah. Jaga
diri baik-baik ya :)” Sekali lagi Lidya tersenyum tulus.
“Kamu juga
jaga diri baik-baik. Tapi, kita masih berteman kan?”
“Tentu, hei
orang asing haha :)”
David tersenyum
sedih dan meninggalkan Lidya, tetapi semua kenangan bersamanya akan selalu dia
jaga.