Archive for Februari 2016

Maaf, Inilah Pilihanku


.



            Suasana di cafĂ© ‘Lovely’ malam itu sangat ramai dengan beberapa pasangan yang sedang merasakan malam Minggu. Seorang cowok berjalan mendekati seorang cewek yang sedang duduk termenung memandang minuman di depannya, beberapa kali dia melihat Hpnya, menunggu balasan dari seseorang.
“Boleh duduk?” tanya seorang cowok membuyarkan lamunan cewek itu.
Cewek itu menatap sekilas ke mata cowok itu, menghela nafas kesal, dan menjawab, “Ya udah..”
“Haha, selalu gitu.” Cowok itu tertawa renyah dan duduk berhadapan dengan cewek itu.
Tidak ada percakapan di antara mereka. Cowok itu hanya memesan minuman dan makanan ke pelayan, lalu menatap cewek di depannya sambil tersenyum simpul.
“Maaf ya Lidya, tadi ada perlu sebentar.” Akhirnya cowok itu, David, memecah keheningan di antara mereka berdua.
Lidya, cewek yang duduk berhadapan dengan David hanya memainkan sedotan di minumannya dan berkata, “Sebentar? Aku rasa setengah jam itu lama.”
David melihat jam tangan yang melingkar di tangan kanannya, mengernyitkan dahinya, “Setengah jam? Sorry banget yaa. Jangan marah, jangan cemberut, nanti cantiknya hilang loh.”
Basi.. Hambar..
Itu lah yang dirasakan Lidya sekarang, kata-kata manis yang diucapkan David, pacarnya, tidak lagi bisa membuat Lidya tersenyum, bahkan bahagia. Tidak seperti dulu lagi.
Entah mengapa, David mulai terlihat sibuk, tidak seperti dulu yang selalu ada waktu untuk Lidya. Walaupun itu hanya sekedar menanyakan kabar lewat sms. Lidya bukan egois dan tidak memahami kesibukan David di kampus, tapi dia merasa ada sesuatu yang berbeda dari sikap dan perilaku David.
Pesanan pun datang, mereka berdua makan bersama. Tetapi masakannya terasa hambar di lidah Lidya. Sama seperti hatinya saat ini, hambar.
Saat ini adalah 13 bulan mereka pacaran, sudah lebih dari satu tahun. Memang setiap tanggal 11 di tiap bulan, mereka selalu menyempatkan diri untuk makan bareng atau hanya sekedar bertemu jika memang salah satu dari mereka sibuk.
Tanggal 11 bulan kemarin adalah saat-saat yang membahagiakan di dalam hidup Lidya, karena itu adalah 1 tahun mereka pacaran. David memberikan surprise dengan mengajaknya candle light dinner, sebuah keinginan Lidya dari umur 17 tahun yang selalu dia katakan kepada David.
Mengingat kejadian itu, Lidya sangat yakin dia tidak akan berpisah dengan David. Tapi sayangnya keyakinan itu harus pupus. 2 hari setelah anniversary, Lidya yang sedang duduk di bangku penonton menunggu David bermain futsal, memegang Hp David yang sengaja dititipkan David kepadanya. HP itu bergetar dan Lidya melihat nama pengirim sms ‘Violet’. Lidya sempat berfikir itu hanya teman sekelas David yang menanyakan tugas, tapi karena penasaran, dia membuka sms itu dan melihat beberapa sms David dan Violet.
Membaca sms itu Lidya sempat terdiam sejenak, ‘hei orang ngangenin tiada hingga’, itu salah satu sms dari David untuk Violet. Dengan hati yang sakit Lidya trus membaca sms David ke Violet, kata-kata yang selalu diucapkan David untuknya, dia ucapkan juga untuk Violet. Emoticon yang selalu diberikan David untuknya, dia berikan juga untuk Violet. Tanpa terasa air mata jatuh di pipi Lidya.
Priiitttttttttt… Wasit meniup peluit tanda pertandingan futsal berakhir dan kemenangan untuk tim futsal David. Kedua tim saling bersalaman dan meninggalkan lapangan.
Lidya yang mengetahui pertandingan telah selesai langsung menghapus air matanya dan menunjukkan sikap senormal mungkin kepada David. Dia hanya tidak ingin merusak suasana David yang sedang bahagia karena kemenangannya. Terpaksa dia tersenyum kecil.
“Heiii, Lidya?” David menggerak-gerakkan telapak tangannya di depan muka Lidya.
“Hmm?” Lidya sadar dari lamunannya. Dia sekarang berada di cafe, duduk berhadapan dengan David yang memperhatikannya.
“Kenapa?” David terlihat cemas.
Lidya hanya menggeleng-gelengkan kepalanya, “Aku mau pulang..”
“Kamu sakit?” David menggenggam tangan Lidya dan menatapnya khawatir.
“Gak kok.. Mau pulang aja.”
David menghela nafas pendek, tidak mau berdebat dengan Lidya, dia membayar pesanan makanan, dan mengantar Lidya pulang. Selama perjalanan pun Lidya hanya diam. Berulang kali David melihat ke belakang untuk memastikan bahwa Lidya baik-baik saja.
“Ya udah kamu istirahat ya, aku benar-benar minta maaf. Aku janji gak bakal telat lagi.” ucap David ketika sampai di depan pintu rumah Lidya.
“Gak usah janji-janji lagi.”
David mengernyitkan dahi, “Ada yang mau kamu katakan?”
“Kita putus ya.” Lidya tersenyum dan menatap tajam mata David.
“Hei kamu bercanda kan, masa karena aku telat aja kita sampai putus.”
“Bukan karena itu aja.”
“Hmm?”
“Karena Violet.”
David tersentak mendengar Lidya menyebut nama itu, “Violet?”
“Iya, gebetan kamu, pacar baru kamu, selingkuhan kamu…”
“Tunggu, kamu salah paham!”
“Apa kata-kata mesra, manis, emoticon sayang, itu disebut salah paham?” Lidya menatap David meminta jawaban.
“Yahh kamu benar, tapi aku benar-benar minta maaf. Aku sayang kamu Lidya.”
“Sayang? Setau aku, sayang itu cuma kesatu orang. Kalau lebih dari satu orang, apa itu masih disebut sayang?”
“…” David hanya diam.
“Kamu selalu bilang sayang sama aku, tapi kamu juga bilang sayang ke dia kan? Kamu mikir gak sih kalau itu salah. Kamu memberikan harapan ke dua orang cewek! Dan aku rasa itu jahat!”
“Mungkin kamu berfikir aku jahat. Tapi saat itu kamu semakin cuek sama aku lalu dia datang dengan segala perhatiannya. Aku bingung…“
“Kalau kamu bingung dan gak bisa memilih. Lebih baik aku yang memilih. Aku rasa, lebih baik kita putus!”
“Tapi aku benar-benar sayang kamu Lidya.”
 “Tapi aku udah gak sayang sama kamu lagi, sejak aku tau kamu dengannya. Rasa ini kembali seperti awal, saat aku hanya menganggap kamu sebagai teman. Bahkan mungkin sekarang hanya sebagai orang asing. Kamu beda, kamu bukan lagi yang dulu. Aku kehilangan kamu yang dulu!”
“Lidya tunggu, kasih aku kesempatan..” David memegang tangan Lidya penuh harap.
“Aku udah ngasih kamu kesempatan, tapi kamu sia-siakan. Dan aku gak akan ngasih kamu kesempatan kedua, karena di hidupku gak ada yang namanya kesempatan kedua, kesempatan itu cuma satu.”
“Please Lidya..”
“Ya, mungkin aku cewek yang terlalu cuek dan dia cewek yang penuh perhatian. Kamu mungkin merasa nyaman sama dia, dan mulai bosan sama aku.”
“Gak, kamu salah! Bukan gitu!”
“Lalu?”
“Aku cuma ingin membuatmu cemburu.”
“Membuat aku cemburu tapi diam-diam?”
“Aku gak diam-diam. Apa kamu gak lihat aku pernah beberapa kali ngirim mention untuk dia? Aku kira kamu bakal ngestalk twitter dia dan melihat isi twitternya yang semuanya untukku. Dan itu akan membuatmu cemburu.”
Lidya menatap heran David, “Oke stop apapun alasan kamu. Yang penting sekarang aku mau kita putus! Silahkan kalau kamu mau jadian sama dia. Karena sesuai ucapanmu tadi, twitter dia isinya tentang kamu semua, itu membuktikan dia suka kamu. Hargailah dia, aku dan dia sama-sama cewek. Jadi aku ngerti gimana perasaan dia.”
“Tapi.. Aku khawatir kamu..”
“Tenang, aku bakal baik-baik aja. Aku bisa menemukan cowok yang lebih baik dari kamu, karena aku akan berusaha menjadi cewek baik. Bukankah cewek baik-baik untuk cowok baik-baik juga?” Lidya tersenyum tulus.
“Baiklah, walaupun ini berat buat aku. Aku benar-benar minta maaf, dan sampai saat ini aku tulus ngomong sayang ke kamu.” David berkata lirih.
“Iya, makasih untuk sayang kamu dan untuk semuanya. Maaf ya kalau aku punya salah. Jaga diri baik-baik ya :)” Sekali lagi Lidya tersenyum tulus.
“Kamu juga jaga diri baik-baik. Tapi, kita masih berteman kan?”
“Tentu, hei orang asing haha :)”
David tersenyum sedih dan meninggalkan Lidya, tetapi semua kenangan bersamanya akan selalu dia jaga.