Aku tidak pernah menyangka kalau aku dan
Baim akan pacaran. Padahal aku dan dia banyak sekali perbedaan. Mungkinkah
ini mimpi?
Jelas tampak perbedaanku dengan Baim. Baim adalah
cowok yang ceria, banyak teman dan jago olahraga. Sedangkan aku, hanya seorang
cewek pendiam, hanya mempunyai beberapa teman, dan tidak jago olahraga.
Mukaku
juga tidak cantik. Biasa saja. Banyak cewek yang lebih cantik dariku di
sekolah. Kulitku tidak putih. Bahkan aku termasuk cewek tinggi. Dengan tinggi
164 cm untuk ukuran anak SMP. Aku heran mengapa Baim lebih memilihku daripada
cewek-cewek lain yang cantik di sekolahku.
Baim
termasuk cowok populer di sekolahku. Mungkin karna badannya tinggi, jago
olahraga dan anggota MPK.
Pernah aku bertanya pada Baim, mengapa dia
memilihku. Baim hanya menjawab “Karna gue suka sama lo!”
Aku ingin bertanya lebih jauh, tapi sepertinya
Baim terusik dengan pertanyaan-pertanyaanku itu. Sehingga aku menghentikan
beberapa pertanyaan yang belum aku lontarkan.
Kalau dia melihatku diam dengan pertanyaan yang
masih tersimpan dihatiku. Pasti dia akan tersenyum padaku dan mengacak-acak
rambutku.
Itulah yang aku suka dari dia. Senyumannya.
Senyuman yang beda dari senyuman yang diberikan dia dengan cuma-cuma pada
orang-orang.
Aku berharap, dia benar-benar mencintaiku. Bukan
hanya ingin mempermainkanku seperti yang dilakukan cowok populer yang lainnya.
*****
“Aneh ya, kok Baim mau sama Icha ya?” bisik Ahra
cewek sekelasku yang suka banget ngegosip.
“Gak tau deh!” jawab Ingi teman sekelasku dan
juga teman baiknya Ahra.
Sudah biasa aku mendengar percakapan itu dari
mereka berdua. Dan yang memulai pasti Ahra. Entahlah apa yang dipikirkannya
tentang hubunganku dengan Baim.
Apa mungkin Ahra cemburu? Apa dia suka dengan
Baim?
Memang wajar bila dia suka dengan Baim. Dia
seorang cewek yang menyukai seorang cowok. Dia seorang cewek cantik yang
menyukai cowok populer.
“Icha!” panggil sahabatku Risti.
“Hay! Baru dateng?” tanyaku.
“Iya, tadi gue lihat Baim loh didepan kelas dia.
Tumben dia dateng pagi. Biasanya dia dateng bareng gue terus!” cerita Risti.
Saat Risti menyebut nama Baim. Ahra langsung
melihat ke arah kami berdua dengan tatapan sinisnya.
“Dia udah taubat kali! Lo juga harusnya ikutin
jejak dia! Hahaha!!!” tawaku.
“Pengennya sih gitu. Cuma, males!!”
“Huhh… Dasar!”
“HAHAHA!!”
“Assalamu’alaikum. Cha, pinjem jangka dong!”
mohon Baim yang tiba-tiba aja masuk ke kelasku dan berada disebelahku.
“Beda banget sih lo hari ini. Dateng pagi, masuk
kelas gue bilang assalamualaikum.”
“Udah sih, berubah jadi baik nih!”
Risti cuma melihat aku dan Baim dengan tawa yang
ditahannya. Sedangkan Ahra dan Ingi melihat dengan sinis.
“Nih! Nanti habis istirahat balikin lagi ya!
Soalnya habis istirahat gue pelajaran matematika.”
“Sippp!!!” Baim mengangkat dua jari jempol
tangannya dan tersenyum lebar.
Aku memberikan jangka unguku pada Baim. Baim
langsung mengambilnya dan pergi meninggalkan kelasku. Karena bel tanda masuk
berbunyi.
*****
“Nih! Thanks ya!” ucap Baim.
“Iya, sama-sama. Lo beli jangka sih! Kasian gue
liat lo mondar-mandir dari kelas lo ke kelas gue cuma buat minjem jangka
doang.”
“Ngapain beli lagi! Gue tuh udah punya jangka
kali dirumah. Cuma lupa bawa aja.”
“Owhhhh… Udah punya. Dikirain.”
“Dikirain apa? Huhh… Nanti langsung pulang?”
“Iyalah. Mau ngapain lagi.”
Baim gak ngejawab. Malah melangkah pergi
meninggalkanku. Ingin rasanya aku berteriak sekeras-kerasnya memanggil namanya.
Melihat tubuh Baim yang pergi menjauh dari
kelasku. Seperti aku dan dia akan terpisah. Seperti dia akan pergi jauh dariku.
Aku harus mempersiapkan hatiku kalau Baim udah
bosen sama aku dan meninggalkanku.
*****
“Katanya mau langsung pulang? Jam segini malah
masih di sekolah!” Baim berdiri di samping kananku. Aku yang sedang duduk
dilantai melihat dia dengan mendongakkan kepala keatas. Terlihat tinggi banget
dari bawah. Emang tinggi!
“Gak tau kalau mau dikasih tugas. Kerja kelompok
dulu deh!”
“Ehem…” Ahra mendehem.
“Kenapa, Ra?” tanya Baim.
“Gak apa-apa. Cuma gatel aja tenggorokannya.”
“Kalau gatel digaruk! Bukannya ngedehem! Hahaha.”
jayuz Baim.
Ahra mencibirkan bibirnya. Melanjutkan memotong
karton menjadi jaring-jaring prisma.
Aku menahan tawa.
*****
Di saat pulang sekolah. Aku memberanikan diri
mengungkapkan perasaan Ahra yang suka sama Baim.
Apapu n
resikonya aku akan menerimanya. Biarpun itu sakit buatku.
Aku hanya ingin tahu. Baim memilihku atau Ahra.
Dan aku sudah tahu jawabannya. Pasti dia memilih Ahra, yang lebih segalanya
dari aku.
“Baim! Lo tau gak! Ahra itu suka sama lo.” ucapku
to the point.
“Masa sih?”
“Iya, setiap kita bersama, pasti dia ngedehem
atau apalah. Di kelas dia juga ngomongin gue sama lo.”
“Ngomong apa dia?”
“Dia bilang, Aneh ya, kok Baim mau sama Icha ya!
Gitu.” Baim memalingkan wajahnya dariku.
“Hey!” teriakku.
“Dia emang dari dulu kayak gitu.”
“Hah?”
“Iya, dari gue kelas 1 SMP. Setiap ada cewek yang
deket sama gue. Pasti dia omongin. Gak mau kakaknya salah pilih cewek kali.”
“Kakak?”
“Iya, dia kan adik tiri gue. Kenapa?”
Aku cuma melongo mendengar ucapannya. Ahra adik
tiri Baim? Kok aku gak tahu ya?
_Tamat_