Lingkungan Hidup di Provinsi Banten
v Annisa Aprilia
v Ina Ramadina
v Lena Herawati
v Putri Diana
v Sela Maudia
Kelas : XI IPA 7
SMA NEGERI 2 KOTA SERANG
Jalan Raya Pandelang KM.5 Telp. 250788 Karundang, Serang
KATA PENGANTAR
Alhamdulillahirobbil’alamin, segala puji dan syukur kami panjatkan kepada Allah Swt, Yang telah melimpahkan rahmat dan karunianya kepada kita semua, dan atas seijinnya Makalah ini dapat diselesaikan dengan tepat waktu
Makalah yang berjudul “Lingkungan Hidup Di Provinsi BANTEN” Ini dibuat untuk memenuhi tugas mata Pelajaran PLH.
Dalam menyelesaikan Makalah ini, kami menyadari banyak sekali pihak yang telah membantu, untuk itu kami mengucapkan terima kasih banyak kepada :
- Teman-teman se-kelompok.
- Bpk. Guru pelajaran PLH kelas XI (Bpk. Sukari S,Pd)
- Dan Kepada kedua Orang tua kami, yang telah memberi dukungannya.
Kami berharap Makalah ini dapat bermanfaat bagi kita semua.
Mohon maaf bila ada kata-kata yang kurang berkenaan, yang tertuang pada penulisan Makalah ini, segala masukan dan kritikan untuk nakalah ini, InsyaAllah dapat kami terima dengan tangan terbuka
Terima kasih
September 2012
Penulis
DAFTAR ISI
KATA PENGANTAR ……………………………………………………………………..……………………………. i
DAFTAR ISI …………………………………………………………………………………..………………. ii
BAB 1 PENDAHULUAN …………….……………………………………………………………….……............... 1
1.1 Latar belakang masalah ……………………………………………..………………………………. 1
BAB 2 PEMBAHASAN ……………………………………………………………………………………………………. 2
2.1 Letak Geografis Provinsi Banten ……….…………………....…..……………..……………….. 2
2.2 Pemerintahan di Provinsi Banten .….………………………………………..………………... 3
2.3 Ekonomi dan Kependudukan di Provinsi Banten .……..…………………...…………….. 6
2.4 Karakteristik Lingkungan Hidup di Provinsi Banten ………………………….………….. 7
2.5 Kerusakan dan Pencemaran Lingkungan Hidup di Provinsi Banten ……………... 11
2.6 Upaya Mengatasi Masalah Lingkungan Hidup di Provinsi Banten …..…………... 18
BAB 3 PENUTUP …………………………………..……………………….……….……………………………… 19
3.1 Kesimpulan ..….……………………………………………………………….……………………………. 19
3.2 Saran …………………………………………………………………………………….……………... 19
DAFTAR PUSTAKA ….……………………………………………………………………………..…………………. 20
BAB I
PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang Masalah
Menurut Undang Undang No. 23 Tahun 1997, lingkungan hidup adalah kesatuan ruang dengan semua benda, daya, keadaan, dan makhluk hidup, termasuk manusia dan perilakunya, yang mempengaruhi kelangsungan perikehidupan dan kesejahteraan manusia serta makhluk hidup lain. Sedangkan ruang lingkup lingkungan hidup Indonesia meliputi ruang, tempat Negara Kesatuan Republik Indonesia yang bewawasan Nusantara dalam melaksanakan kedaulatan, hak berdaulat, dan yurisdiksinya.
Dalam lingkungan hidup terdapat ekosistem, yaitu tatanan unsur lingkungan hidup yang merupakan kesatuan utuh menyeluruh dan saling mempengaruhi dalam membentuk keseimbangan, stabilitas, dan produktivitas lingkungan hidup.
Merujuk pada definisi di atas, maka lingkungan hidup Indonesia tidak lain merupakan Wawasan Nusantara, yang menempati posisi silang antara dua benua dan dua samudera dengan iklim tropis dan cuaca serta musim yang memberikan kondisi alamiah dan kedudukan dengan peranan strategis yang tinggi nilainya, tempat bangsa Indonesia menyelenggarakan kehidupan bernegara dalam segala aspeknya.
Lingkungan hidup, sering disebut sebagai lingkungan, adalah istilah yang dapat mencakup segala makhluk hidup dan tak hidup di alam yang ada di Bumi atau bagian dari Bumi, yang berfungsi secara alami tanpa campur tangan manusia yang berlebihan.
Lawan dari lingkungan hidup adalah lingkungan buatan, yang mencakup wilayah dan komponen-komponennya yang banyak dipengaruhi oleh manusia.
BAB II
PEMBAHASAN
2.1 Letak Geografis Provinsi Banten
Wilayah Banten terletak di antara 5º7'50"-7º1'11" Lintang Selatan dan 105º1'11"-106º7'12" Bujur Timur, berdasarkan Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 23 tahun 2000 luas wilayah Banten adalah 9.160,70 km². Provinsi Banten terdiri dari 4 kota, 4 kabupaten, 154 kecamatan, 262 kelurahan dan 1.273 desa.
Wilayah laut Banten merupakan salah satu jalur laut potensial, Selat Sunda merupakan salah satu jalur lalu lintas laut yang strategis karena dapat dilalui kapal besar yang menghubungkan Australia dan Selandia Baru dengan kawasan Asia Tenggara misalnya Thailand, Malaysia, dan Singapura. Di samping itu Banten merupakan jalur penghubung antara Jawa dan Sumatera. Bila dikaitkan posisi geografis dan pemerintahan maka wilayah Banten terutama daerah Tangerang raya (Kota Tangerang, Kabupaten Tangerang, dan Kota Tangerang selatan) merupakan wilayah penyangga bagi Jakarta. Secara ekonomi wilayah Banten memiliki banyak industri. Wilayah Provinsi Banten juga memiliki beberapa pelabuhan laut yang dikembangkan sebagai antisipasi untuk menampung kelebihan kapasitas dari pelabuhan laut di Jakarta dan ditujukan untuk menjadi pelabuhan alternatif selain Singapura.
Batas wilayah
Topografi
Kondisi topografi Banten adalah sebagai berikut:
- Wilayah datar (kemiringan 0 - 2 %) seluas 574.090 hektare
- Wilayah bergelombang (kemiringan 2 - 15%) seluas 186.320 hektare
- Wilayah curam (kemiringan 15 - 40%) seluas 118.470,50 hektare
Kondisi penggunaan lahan yang perlu dicermati adalah menurunnya wilayah hutan dari 233.629,77 hektare pada tahun 2004 menjadi 213.629,77 hektare.
2.2 Pemerintahan di Provinsi Banten
Kabupaten dan Kota
Provinsi Banten terdiri atas 4 kabupaten dan 4 kota. Berikut adalah daftar kabupaten dan kota di Banten, beserta ibukota.
No.
|
Kabupaten/Kota
|
Ibu kota
|
Logo
|
1
| |||
2
| |||
3
| |||
4
| |||
5
| |||
6
| |||
7
| |||
8
|
Catatan :
- Kabupaten Tangerang sebelumnya beribukota di Kota Tangerang.
- Badan Pengkajian dan Penerapan Teknologi (BPPT) merekomendasikan Kecamatan Ciruas sebagai lokasi Puspemkab Kabupaten Serang.
- Kota Cilegon dibentuk sebagai kota otonom pada tanggal 10 April 1999 dari wilayah Kabupaten Serang. Cilegon sebelumnya adalah kota administratif.
- Kota Tangerang dibentuk sebagai kota otonom pada tanggal 27 Februari 1993 dari wilayah Kabupaten Tangerang. Tangerang sebelumnya adalah kota administratif.
- Kota Tangerang Selatan dibentuk sebagai kota otonom pada tanggal 29 Oktober 2008 dari wilayah Kabupaten Tangerang. Sebelumnya adalah Kota Cipasera
Daerah-daerah penting lain
Terdapat beberapa daerah penting lain di Banten selain yang berstatus tidak sebagai kota otonom:
- Anyer, Kabupaten Serang
- Balaraja, Kabupaten Tangerang
- Bojonegara, Kabupaten Serang
- Karawaci Kabupaten Tangerang
- Labuan, Kabupaten Pandeglang
- Merak, Kota Cilegon
- Serpong, Kota Tangerang Selatan
Daftar Gubernur dan Wakil Gubernur
Pada saat terbentuknya Provinsi Banten, Gubernur Hakamuddin Djamal dipilih oleh Pemerintah Pusat. Pada tahun 2002 DPRD Banten memilih Djoko Munandar dan Ratu Atut Chosiyah sebagai Gubernur dan Wakil Gubernur Banten pertama. Pada awal 2006, Atut Chosiyah sebagai Pelaksana Tugas Gubernur. Akhirnya, tanggal 6 Desember 2006 dilaksanakan Pemilihan Kepala Daerah langsung, yang dimenangi oleh pasangan Ratu Atut Choisiyah dan Mohammad Masduki, kedua-duanya menjabat pada periode 2007-2011.
No.
|
Nama
|
Foto
|
Dari
|
Sampai
|
Keterangan
|
1.
|
11 Januari 2002
|
Pejabat Gubernur
| |||
2.
|
10 Oktober 2005
|
Dinonaktifkan karena terkait kasus korupsi
| |||
3.
|
Pelaksana Tugas Gubernur (Plt)
| ||||
4
|
Ratu Atut Chosiyah
|
sekarang
|
Wakil Gubernur
No.
|
Nama
|
Foto
|
Dari
|
Sampai
|
Keterangan
|
1.
| |||||
2
| |||||
3
|
sekarang
|
2.3 Ekonomi dan Kependudukan di Provinsi Banten
Pada tahun 2006, penduduk Banten berjumlah 9.351.470 jiwa, dengan perbandingan 3.370.182 jiwa (36,04%) anak-anak, 240.742 jiwa (2,57%) lanjut usia, sisanya 5.740.546 jiwa berusia di antara 15 sampai 64 tahun.
Produk Domestik Regional Bruto (PDRB) tahun 2005 mayoritas berasal dari sektor industri pengolahan (49,75%), diikuti sektor perdagangan, hotel dan restoran (17,13%), pengangkutan dan komunikasi (8,58%) dan pertanian yang hanya 8,53%. Namun berdasarkan jumlah penyerapan tenaga kerja, industri menyerap 23,11% tenaga kerja, diikuti oleh pertanian (21,14%), perdagangan (20,84%) dan transportasi/komunikasi yang hanya 9,50%.
2.4 Karakteristik Lingkungan Hidup di Provinsi Banten
Satuan Ekoregion
Satuan ekoregion di provinsi Banten adalah : Dataran Rendah, Pegunungan Blok Patahan, Vulkanik, dan Perbukitan Karst.
Satuan ekoregion dataran rendah berada di daerah wilayah Kabupaten Tangerang, Kota Tangerang, Kota Tangerang Selatan, Kabupaten Serang, Kota Serang, Kota Cilegon dan Kabupaten Pandeglang dengan morfologi datar, kemiringan lereng 0-8%.
Satuan Ekoregion Blok Patahan berada di sebagian wilayah Kabupaten Pandeglang dan Kabupaten Lebak, yang cenderung berbukit dengan kemiringan lereng dominan lebih dari 37%.
Satuan Ekoregion Vulkanik di Provinsi Banten dapat dijumpai di sebagian wilayah Kabupaten Serang, Kabupaten Pandeglang, dengan kondisi topografi bergunung, yaitu dengan kelerengan 40%. Satuan Ekoregian Karst di Provinsi Banten terletak di Kabupaten Lebak dan Kecamatan Sumur Kabupaten Pandeglang.
Karakteristik Lingkungan Fisik ( Abiotik)
Terdiri dari 6 Karakteristik Lingkungan Fisik (Abiotik), yaitu;
1. Karakteristik Klimatologi & Kualitas Udara
Provinsi Banten memiliki iklim tropis dipengaruhi oleh Angin Manson dan Gelombang La Nina. Musin Penghujan terjadi pada bulan Nopember - Maret, Cuaca dipengaruhi oleh angin barat (dari Sumatera, Samudera Hindia sebelah selatan India) dan angin dari Asia yang melewati Laut Cina Selatan. Musim kemarau terjadi pada Bulan juni- Agustus, cuaca dipengaruhi oleh angin timur. Salah satu contoh hasil pengukuran kualitas udara adalah pada lokasi sampling di kota Cilegon menunjukan parameter debu (231-1461 µg/m3), Hidrokarbon (176-392 µg/m3), dan CO (karbonmonoksida) (15.886-16.000 µg/m3)
2. Karakteristik Geologi
Struktur geologi daerah Banten terdiri dari formasi batuan dengan tingkat ketebalan dari tiap-tiap formasi berkisar antara 200 – 800 meter dan tebal keseluruhan diperkirakan melebihi 3.500 meter. Batuan yang terdapat di daerah tersebut terdiri atas batuan sedimen, batuan gunung api, batuan terobosan dan Alluvium yang berumur mulai Miosen awal hingga Resen
3. Karakteristik Geomorfologi
Secara umum geomorfologi daerah Provinsi Banten dapat dibagi menjadi 5 (lima) satuan geomorfologi, yaitu: satuan dataran rendah, perbukitan antiklinal, pengunungan blok patahan, vulkanik, dan perbukitan karst
4. Karakteristik Tanah
Sumber daya tanah wilayah Provinsi Banten secara geografis terbagi dua tipe tanah yaitu:
· Kelompok tipe tanah sisa atau residu
· Kelompok tipe tanah hasil angkutan.
Tipe tanah yang terdapat di wilayah tersebut antara lain:
1) Aluvial pantai dan sungai
2) Latosol
3) Odsolik merah kuning
4) Regosol
5) Andosol
6) Rown forest
7) Glei
5. Karakteristik Hidrologi
Gambaran potensi sumber daya air berupa kondisi sumber air permukaan (DAS, waduk, danau atau rawa) dan air tanah. Wilayah di Provinsi Banten yang minim sumberdaya air ialah wilayah Kota Cilegon, sehingga suplai air bersih Cilegon bergantung pada sumber air dari Kabupaten Serang (Rawa Danau) yang disalurkan oleh PT. KTI
6. Karakteristik Oseanografi
Kondisi gelombang di sekitar Teluk Banten dan Pantai Kota Cilegon pada musim Barat (Desember-Maret) bisa mencapai 0.5 m sampai 1.25 m, sedangkan pada musim Timur (Juni - September) berkisar antara 0.2 m sampai 1.2 m dan pada musim peralihan (April - Mei maupun Oktober - November) kondisi gelombangnya relatif tenang. Sudut datang gelombang rata-rata di daerah tersebut 8.5° dengan periode signifikannya 38.633 detik
Karakteristik Lingkungan Hayati(Biotik)
Terdiri dari 2 karakteristik Lingkungan Hayati (Biotik), yaitu;
1. Karakteristik Hutan
Kawasan konservasi yang terdapat di Provinsi Banten terdiri atas Taman Nasional Ujung Kulon seluas 120.551 Ha berupa kawasan hutan konservasi seluas 76.214 Ha sedangkan sisanya merupakan kawasan taman/perairan laut seluas 44.337 Ha, Taman Nasional Gunung Halimun seluas 42.925,15 Ha. Cagar Alam seluas 4.238 Ha dan Taman Wisata seluas 528,15 Ha.
2. Karakteristik Fauna
Kawasan Taman Nasional Ujung Kulon saat ini memiliki keanekaragaman flora dan fauna yang banyak dihuni, tidak kurang dari 700 jenis flora, 30 jenis mamalia, 5 jenis reptil, 59 jenis amphibi, 240 jenis ikan, dan 33 jenis terumbu karang. Jenis primata yang terdapat di Taman Nasional Ujung Kulon sejumlah 5 jenis primata, yaitu Kera Ekor Panjang (Macaca Fascicularis), Gibon Jawa (Hylobates Moloch), Surili (Presbytis Comate), Lutung Hitam (Trachypithecus Auratus) dan Kukang (Nycticebus Coucang).
Karakteristik Lingkungan Kultural
Terdiri dari 4 karakteristik Lingkungan Kultural, yaitu;
1. Karakteristik Kependudukan
Jumlah penduduk Banten tahun 2009 berjumlah 9.782.780 jiwa yang tersebar di delapan wilayah kabupaten/kota, dengan laju pentumbuhan penduduk mencapai 1,88 %. Penduduk Provinsi Banten yang sudah berumur 15 tahun ke atas, menurut BPS Provinsi Banten (2010) berusaha di bidang perdagangan 26,18 %, industri 22,77 %, pertanian 20,12 %, Lainnya 17,19 %, dan jasa kemasyarakatan 14,4 %.
2. Karakteristik Sosek
Sektor industri manufaktur merupakan penyumbang tertinggi terhadap PDRB sebesar Rp 28.98 Trilyun (49.9%).
3. Karakteristik Sosial Budaya
Masyarakat Banten memiliki akar kehidupan agama Islam yang kuat. Penduduk yang memeluk Agama Islam memiliki prosentase tertinggi (87 %) dari pada agama yang lain.
4. Karakteristik Penggunaan Lahan
Penggunaan lahan di Provinsi Banten didominasi oleh non pertanian yaitu pemukiman dan industri dengan luas total luas lahan 587.283,00 Ha atau sebesar 43,97 %. Penggunaan lahan sebagai sawah mempunyai total luas lahan sebesar 210.791,00 Ha atau sebesar 15,78 %. LAhan kering mempunyai luas 322.179,00 Ha atau sebesar 24,12 %. Hutan mempunyai luas 137.961,00 Ha atau sebesar 10,33 %. Perkebunan mempunyai luas 51.136,00 Ha atau sebesar 3,83 %. Penggunaan lahan lainnya mempunyai luas yang terkecil yaitu 26.284,00 Ha atau sebesar 1,97 %
2.5 Kerusakan dan Pencemaran Lingkungan Hidup di Provinsi
Banten
Pada dekade terakhir ini, wilayah Banten (umumnya Indonesia) mengalami krisis lingkungan yang luar biasa, di antaranya adalah persoalan pencemaran lingkungan, sampah, air, kerusakan hutan, banjir, polusi, tanah longsor dan sebagainya. Bahkan krisis lingkungan telah merambah pada ranah politik, ekonomi, sosial, kebudayaan, hukum, sains, dan teknologi.
Kondisi Lingkungan hidup dan sumber-sumber kehidupan berada di ambang kehancuran akibat over-eksploitasi selama ini. Berlakunya otonomi daerah dengan tidak disertai tanggung jawab dan tanggung gugat dari pelaksana Negara juga merupakan salah satu factor penyebab terjadinya krisis lingkungan selama ini, sehingga rakyat semakin terpinggirkan dan termarjinalkan hak-haknya, sementara perusakan lingkungan dan sumber kehidupan berlangsung di depan mata.
Keadaan ini kian memburuk seiring dengan reformasi yang setengah hati. Isu dan permasalahan lingkungan dan sumber kehidupan tidak menjadi perhatian serius para pengambil kebijakan. Akibatnya, korban akibat konflik dan salah urus kebijakan terus bertambah dan yang lebih menyedihkan sebagian besar korbannya adalah kelompok masyarakat rentan (petani,perempuan dan anak).
Salah urus ini terjadi akibat paradigma pembangunanisme dan pendekatan sektoral yang digunakan. Sumber-sumber penghidupan diperlakukan sebagai aset dan komoditi yang bisa dieksploitasi untuk keuntungan sesaat dan kepentingan kelompok tertentu, akses dan kontrol ditentukan oleh siapa yang punya akses terhadap kekuasaan. Masalah ketidakadilan dan jurang sosial dianggap sebagai harga dari pembangunan. Pembangunan dianggap sebagai suatu proses yang perlu kedisplinan dan kerja keras, dan tidak dipandang sebagai salah satu cara-cara dan proses untuk mencapai kemerdekaan sesungguhnya.
Sumber penghidupan dilihat dari nilai ekonomi yang bisa dihasilkan, sumberdaya hutan disempitkan menjadi kayu, sumberdaya laut hanya ikan dan sebagainya. Sumber-sumber kehidupan tidak pernah dilihat sebagai sumber penghidupan yang utuh dimana fungsi ekologi, sosial, ekonomi dan budaya melekat padanya.
Alih fungsi wilayah di besar-besaran terjadi dibeberapa wilayah di Banten, selain Cilegon dan Tanggerang yang memang sejak semula sudah menjadi kawasan Industri, kini giliran wilayah serang Utara juga disulap menjadi Kawasan industri. Sejak tahun 90-an, telah didirikan sekitar sebelah kawasan industri yang tentunya sedikit banyak akan mengakibatkan permasalahan lingkungan dan pada gilirannya melanggar Hak-hak Azasi masyarakat. Kerusakan, pencemaran lingkungan, kualitas dan kuantitas air yang menurun adalah konsekwensi yang dialami masyarakat bersamaan dengan perkembangan industri. Pada prosesnya juga melanggar Hak-hak Masyarakat untuk mendapatkan kehidupan dan penghidupan yang layak.
Dampak nyata kebijakan-kebijakan pembangunan yang tidak berwawasan lingkungan adalah rusak dan tercemarnya sejumlah DAS yang ada di Banten; menurunnya Kuantitas dan kualitas air, sehingga tidak lagi layak konsumsi. Di sejumlah daerah di sepanjang pantai utara Kabupaten serang telah merasakan imbasnya, diantaranya petani gagal panen dan atau produksinya menurun, begitu juga yang dirasakan petani petambak dan nelayan. Semenjak berdirinya kawasan industri di wilayah serang timur, hasil produksi tambak terus mengalami penurunan dari tahun ke tahun, hasil tangkapan ikan juga terus mengalami penurunan.
Das Ciujung-Cidurian: Pencemaran dan Kerusakan Das
DAS Ciujung-Cidurian-Ciliman merupakan salahsatu DAS terbesar di provinsi Banten yang menghidupi sebagian besar wilayah Lebak dan Serang terutama wilayah bagian utara, paling tidak: kecamatan Pamarayan, kecamatan Kragilan, Kecamatan Carenang, Kecamatan Tanara, Kecamatan Tirtayasa dan Kecamatan Pontang). DAS Ciujung terletak di bagian Barat kabupaten Lebak dan mengalir di sepanjang Kabupaten Serang bagian utara.
Kini, Sungai Ciujung sejak dari hulu hingga hilir menjadi sarana pembuangan limbah, sehingga pencemaran air terjadi yang tentu saja kepekatannya akan semakin menjadi-jadi di daerah hilir. Sumber limbahnya bermacam mulai dari erosi alamiah, rumah tangga, rumah sakit, industri kecil hingga besar dan jasa bentuknya pun beragam dari cair hingga padat. Bukan saja kualitas airnya yang menurun namun juga membawa dampak bagi kehidupan biota air, baik di sungai tersebut maupun yang dialiri air dari sungai tersebut. Bahkan, Kepala Subbidang Pengolahan Limbah Domestik, Bahan Beracun dan Berbahaya (B3), dan Limbah B3 Badan Lingkungan Hidup Daerah Provinsi Banten; menjelaskan di salah satu media, bahwa; Sungai-sungai yang tercemar itu antara lain Sungai Ciliman, Cirarap, Cidurian, Cimanceri, Ciujung, Cibanten, Cidanau, Ciujung Kulon, Cibaliung, Ciberang, dan Cisadane. Akibat pencemaran, kualitas air sungai yang tercemar itu sudah tidak memenuhi baku mutu untuk air minum, pertanian, dan industri. Harus ada perlakuan khusus sebelum (air) digunakan, seperti pemrosesan untuk menghilangkan zat kimia, pengendapan, atau menggunakan tawas.
Peta DAS Ciujun
Dampak nyata bagi kehidupan rakyat terutama dikawasan Pontang, Tirtayasa dan Tanara tidak hanya berimplikasi pada menyusutnya tangkapan air sungai melainkan juga bagi hasil pertanian dan tambak mereka. Tak Cuma itu, terkadang mereka dihinggapi penyakit kulit dan sulitnya memperoleh air sehat dan aman bagi dirinya, keluarga dan ternak peliharaannya.
Bukti nyata penurunan produksi pertanian tambak maupun nelayan dialami oleh Jubaedi dan Said, dua orang petani tambak yang menuturkan bahwa penurunan produksinya sangat terasa, jika dibandingkan dengan hasil produksi sebelum periode 1990-an, ketika kawasan industri belum dibangun. Keduanya menuturkan; ”sebelum ada pabrik-pabrik di wilayah serag timur yang mencemari DAS Ciujung, penghasilan petani tambak bisa menghasilkan + 2 ton per hektar, tetapi sekarang ini hasil produksi kami kurang dari + 1 ton per hektar”. Hal sama juga terjadi pada sektor pertanian, dimana sebelumnya, petani mampu memproduksi + 6-7 ton perhektar, sekarang ini menurun menjadi + 4-5 ton perhektar.
Sesungguhnya, DAS Ciujung, telah diindikasi sebagai salah satu DAS kritis dalam RTRWN (Rencana Tata Ruang Wilayah Nasionanl, draft Oktober 2004). Penetapan ini, didasarkan pada indikasi kerusakan dan permasalahan, antara lain; Secara tekhnis; kondisi stilling basin kurang memadai, sehingga mengakibatkan pengendapan lumpur yang cukup besar di saluran induk. Selain itu, masih tingginya tingkat pencemaran air yang disebabkan oleh limbah industri dan rumah tangga. Menurut Dinas Pengelolaan lingkungan Hidup (DPLH) Kabupaten Serang, ada tujuh perusahaan yang ditengarai mencemari sungai ciujung, yaitu; PT Indah Kiat Pulp and paper (IKPP), PT Cipta Paperia yang memproduksi kertas dan pulp, PT Shinta Woshu yang menyamak kulit, PT Prana Putaratex (pewarna textile), PT Panca Plaza Textile, PT Charoen pahkpan (penyamakan kulit) dan PT Raja Gudang Mas (Kulit).
Kawasan Industri yang Mengakibatkan Pencemaran Lingkungan di Provinsi Banten
Provinsi Banten merupakan daerah yang memiliki kawasan industri yang tersebar di setiap Kabupaten dan kota. Provinsi Banten terdiri dari 8 Kabupaten/kota .Kabupaten dan kota tersebut ialah :
- Kota Serang
- Kota Cilegon
- Kota Tangerang
- Kota Tangerang Selatan
- Kabupaten Tangerang
- Kabupaten Serang
- Kabupaten Pandeglang
- Kabupaten Lebak
Tentunya di berbagai daerah provinsi Banten mempunyai permasalahan yang berkaitan dengan lingkungan. Berbagai permasalahan tersebut ditemui dibeberapa daerah, seperti rencana pembangunan pabrik pengolahan limbah B3 di Desa Bulakan, Kecamatan Cibeber Kota Cilegon, yang mendapatkan reaksi terkait dengan kekhawatiran masyarakat setempat maupun masyarakat sekitarnya serta Pemerintah Kabupaten Serang dikarenakan lokasi yang terletak diwilayah perbatasan. Pemerintahan Kota Cilegon dipandang kurang atau tidak melakukan inisiatif koordinasi di awal perencanaan dengan Pemerintah Kabupaten Serang dan Pemerintah Provinsi Banten. Sementara, perijinan pengolahan limbah B3 adalah kewenangan pemerintah pusat yang dalam prosesnya juga melibatkan kebijakan Gubernur Banten.
Berkembangnya kawasan industri di wilayah utara Provinsi Banten memberikan implikasi langsung terhadap tingginya kerawanan pencemaran lingkungan. Pada tahun 2003 tercatat penanggulangan sejumlah kasus pencemaran lingkungan yang terkait dengan keberadaan dan aktifitas industri seperti:
- Tumpahan HCL dari tangki terbalik di Merak.
- Tumpahan xylene dari tangki terbakar di Cilegon.
- Fly ash di Cikokol Tangerang.
- Terbakarnya B3 di Cilegon.
- Serta tumpahan kaustik soda I dari tangki terbalik di Cilegon.
Disamping itu, indikasi tingkat pencemaran tinggi pada sungai-sungai sebagai akibat aktifitas industri dan permukiman, seperti:
- Sungai Cimoyan.
- Sungai Ciujung.
- Sungai Kaliangke.
- Sungai Cirarap.
- Sungai Cibanten .
Kerawanan kasus pencemaran udara pada kawasan-kawasan industri, seperti pencemaran debu dan gas yang melebihi baku mutu (kategori berat) di Cilegon, serta tingkat kebisingan yang melebihi baku mutu (kategori berat) di Tangerang, Serang, Cilegon.
Sementara itu pencemaran udara juga merebak pada kawasan permukiman sebagaimana kasus Tempat Pembuangan Akhir (TPA) Desa Bagendung Kota Cilegon dikarenakan pengelolaan sampah masih tersentralisasi pada level Kab/Kota yang menggunakan cara ditimbun dan dibakar (open dumping), walaupun dibeberapa Kab/Kota sudah dirancang mengunakan teknologi sanitary landfill. tapi pada kenyataan dilapangan masyarakat masing melakukan proses open dumping. Sebenarnya pengelolaan sampah dapat dilakukan secara sederhana dan sangat mudah seperti membiasakan memisahkan sampah organik dan non organik sehingga mudah untuk pengelolaannya, yang organik bisa didaur ulang menjadi pupuk kompos dan yang non organik bisa dijual untuk dijadikan daur ulang bijih pelastik,besi dll.
Pencemaran Sungai Oleh Industri
Pencemaran Udara Oleh Industri
2.6 Upaya Mengatasi Masalah Lingkungan di Provinsi Banten
Pada umumnya permasalahan yang terjadi di lingkungan dapat diatasi dengan cara-cara sebagai berikut:
1. Menerapkan penggunaan teknologi yang ramah lingkungan pada pengelolaan sumber daya alam baik yang dapat maupun yang tidak dapat diperbaharui dengan memperhatikandaya dukung dan daya tampungnya.
2. Untuk menghindari terjadinya pencemaran lingkungan dan kerusakan sumber dayaalam maka diperlukan penegakan hokum secara adil dan konsisten.
3. Memberikan kewenangan dan tanggung jawab secara bertahap terhadap pengelolaansumber daya alam dan lingkungan hidup.
4. Pengelolaan sumber daya alam dan lingkungan hidup secara bertahap dapat dilakukandengan cara membudayakan masyarakat dan kekuatan ekonomi.
5. Untuk mengetahui keberhasilan dari pengelolaan sumber daya alam dan lingkunganhidup dengan penggunaan indicator harus diterapkan secara efektif.
6. Penetapan konservasi yang baru dengan memelihara keragaman konservasi yang sudah ada sebelumnya.
7. Mengikutsertakan masyarakat dalam rangka menanggulangi permasalahan lingkunganglobal.
PENUTUP
3.1 Kesimpulan
Lingkungan Hidup di Provinsi Banten kurang berjalan dengan baik karena kepedulian masyarakatnya akan lingkungan hidup sangat kurang dan juga kesadaran akan pentingnya menjaga dan merawat lingkungan sangat minim sehingga masih banyak masyarakat tidak peduli terhadap lingkungan akibatnya lingkungan rusak karena tidak ada yang merawatnya dan menjaganya. Misal masih banyaknya masyarakat yang membuang sampah tidak pada tempatnya,penebangan liar dan masih banyak lagi yang lainnya.
3.2 Saran
Seharusnya pemerintah lebih memerhatikan lagi akan pentingnya lingkungan hidup bagi keberlangsungan hidup kita dan juga pemerintah lebih mesosialisasikan nya dulu agar di dalam di dalam diri masyarakat tumbuh kepeduliannya dan kesadaranya akan lingkungan.
DAFTAR PUSTAKA
· Id.wikipedia.org/wiki/Banten
· ekoregionjawa.com/.../11_provinsi_banten.html
· id-id.facebook.com/note.php?note_id
· rumputkering.blog.upnyk.ac.id/archives/83
· www.dephut.go.id/Halaman/PDF/renstra02-06.pdf