BAB I
PENDAHULUAN
1.1
Latar Belakang
Pada dasarnya Indonesia adalah Negara Hukum.
Segala sesuatunya diatur oleh hukum tertulis yaitu Undang Undang dan memiliki
sanksi yang tegas. Namun belakang ini realita yang terjadi di Indonesia, hukum
dijadikan ajang kekuasaan. Dimana hanya orang “berduit” yang bisa mengendalikan
hukum di negeri ini. Hal ini disebabkan rendahnya moral para Petinggi Negara
yang seharusnya bisa menjadi panutan bagi masyarakat.
Oleh karena itu untuk mengetahui apakah
masyarakat Indonesia sudah mendapatkan rasa keadilan yang sama dimata hukum,
kami mengamati beberapa kasus yang terjadi di Indonesia.
1.2
Tujuan
1. Untuk mengetahui apakah masyarakat Indonesia
sudah mendapatkan rasa keadilan yang sama.
2. Untuk mengetahui kedudukan masyarakat di mata
hukum.
3. Mengetahui letak keadilan hukum di Indonesia.
1.3
Rumusan Masalah
1. Sudah adilkah hukum di Indonesia?
2. Apa semua warga bangsa ini sudah sama
kedudukannya dimata hukum?
3. Apakah aparat hukum sudah melakukan tugasnya
dengan sebagaimana mestinya?
4. Masih pantaskah Indonesia disebut Negara
hukum?
5. Lalu, dapatkah hukum bangsa ini kembali ditegakkan?
BAB II
KAJIAN PUSTAKA
Hukum adalah Keseluruhan
kumpulan peraturan-peraturan atau kaidah-kaidah dalam suatu kehidupan bersama,
keseluruhan peraturan tingkah laku yang berlaku dalam suatu kehidupan bersama,
yang dapat dipaksakan pelaksanaannya dengan sanksi.
Fungsi hukum adalah untuk,
(1) menjadi alat ketertiban dan keteraturan masyarakat,
(2) menjadi sarana untuk mewujudkan
keadilan sosial lahir batin,
(3) menjadi alat penggerak pembangunan karena
mempunyai daya mengikat dan memaksa sehingga dapat dipakai sebagai
alat otoritas untuk mengarahkan masyarakat menjadi lebih baik,
(4) menjadi alat kritik, bukan hanya untuk
mengawasi masyarakat namun juga mengawasi
pemerintah, para penegak hukum, dan aparatur pengawasan
itu sendiri.
Aparat
penegak hukum Lemah kuatnya penegakan hukum oleh
aparat akan menentukan persepsi ada tidaknya hukum. Bila penegakan hukum oleh
aparat lemah, masyarakat akan mempersepsikan bahwa hukum dilingkungannya tidak
ada atau seolah berada dalam hutan rimba yang tanpa aturan.
2.1
Realita Hukum di Indonesia
2.1.1 , Nenek
Pencuri Kakao
Banyumas - Nenek
Minah (55) tak pernah menyangka perbuatan isengnya memetik 3 buah kakao di
perkebunan milik PT Rumpun Sari Antan (RSA) akan menjadikannya sebagai
pesakitan di ruang pengadilan. Bahkan untuk perbuatannya itu dia diganjar 1
bulan 15 hari penjara dengan masa percobaan 3 bulan.
Ironi hukum di Indonesia ini berawal saat
Minah sedang memanen kedelai di lahan garapannya di Dusun Sidoarjo, Desa
Darmakradenan, Kecamatan Ajibarang, Banyumas, Jawa Tengah, pada 2 Agustus lalu.
Lahan garapan Minah ini juga dikelola oleh PT RSA untuk menanamkakao.
Ketika sedang asik memanen kedelai, mata tua
Minah tertuju pada 3 buah kakao yang sudah ranum.
Dari
sekadar memandang, Minah kemudian memetiknya untuk disemai sebagai bibit di
tanah garapannya. Setelah dipetik, 3 buah kakao itu tidak disembunyikan melainkan
digeletakkan begitu saja di bawah pohon kakao.
Dan tak lama berselang, lewat seorang mandor
perkebunan kakao PT RSA. Mandor itu pun bertanya, siapa yang memetik buah kakao
itu. Dengan polos, Minah mengaku hal itu perbuatannya. Minah pun diceramahi
bahwa tindakan itu tidak boleh dilakukan karena sama sajamencuri.
Sadar perbuatannya salah, Minah meminta maaf
pada sang mandor dan berjanji tidak akan melakukannya lagi. 3 Buah kakao yang
dipetiknya pun dia serahkan kepada mandor tersebut. Minah berpikir semua beres
dan dia kembali bekerja.
Namun dugaanya meleset. Peristiwa kecil itu
ternyata berbuntut panjang. Sebab seminggu kemudian dia mendapat panggilan
pemeriksaan dari polisi. Proses hukum terus berlanjut sampai akhirnya dia harus
duduk sebagai seorang terdakwa kasus pencuri di Pengadilan Negeri (PN)
Purwokerto.
Dan hari ini, Kamis (19/11/2009), majelis
hakim yang dipimpin Muslih Bambang Luqmono SH memvonisnya 1 bulan 15 hari
dengan masa percobaan selama 3 bulan. Minah dinilai terbukti secara sah dan
meyakinkan melanggar pasal 362 KUHP tentang pencurian.
Selama persidangan yang dimulai pukul 10.00
WIB, Nenek Minah terlihat tegar. Sejumlah kerabat, tetangga, serta aktivis LSM
juga menghadiri sidang itu untuk memberikan dukungan moril.
Suasana persidangan Minah berlangsung penuh
keharuan. Selain menghadirkan seorang nenek yang miskin sebagai terdakwa,
majelis hakim juga terlihat agak ragu menjatuhkan hukum. Bahkan ketua majelis
hakim, Muslih Bambang Luqmono SH, terlihat menangis saat membacakan vonis.
"Kasus ini kecil, namun sudah melukai
banyak orang," ujar Muslih. Vonis hakim 1 bulan 15 hari dengan masa
percobaan selama 3 bulan disambut gembira keluarga, tetangga dan para aktivis
LSM yang mengikuti sidang tersebut. Mereka segera menyalami Minah karena wanita
tua itu tidak harus merasakan dinginnya sel tahanan.
2.1.2. Rasminah
sang pencuri piring dituntut 5 bulan penjara
TRIBUNNEWS.COM, TANGERANG - Rasminah alias Rasmiah Binti Rawan (55),
terdakwa dugaan pencurian enam piring dan 1,5 kg buntut sapi, mengaku tidak gentar
menghadapi tuntutan jaksa penuntut umum. Janda satu anak itu malah menganggap
tuntutan JPU biasa saja. "Karena semua (tuduhan) itu tidak benar,"
ungkap Rasminah usai menghadiri sidang tuntutan di Pengadilan Negeri Tangerang,
Rabu (24/11/2010).
Di persidangan, JPU yang terdiri dari
Jaksa Riyadi dan Agus Tri, keukeuh menyatakan Rasminah terbukti secara sah dan
meyakinkan melakukan tindak pidana pencurian sebagaimana diatur dalam Pasal 362
KUHP. Atas kesimpulan tersebut, JPU menuntut Rasminah dengan pidana penjara
selama lima bulan dan dikurangi masa tahanan.
Riyadi mengatakan, aksi pencurian
terjadi pada saat rumah korban, Siti Aisyah MR Soekarno Putri di Graha Permai,
Jalan Mahoni A7 No 8, Ciputat, Tangerang Selatan, mengalami banjir pada
Februari 2007. Enam piring yang tergolong langka itu diambil Rasminah dari rak
di ruang depan rumah Siti Aisyah.
"Dengan cara dibawa satu per
satu," kata Riyadi. Perbuatan melanggar hukum itu baru diketahui saat Siti
Aisyah merasa kehilangan pada 5 Juni 2010. Siti Aisyarh kemudian menyambangi
rumah kontrakan Rasminah dan mendapati piring-piring berharganya yang bernilai
sekitar Rp 5 juta. Sementara buntut sapi ditemukan Siti Aisyah di dalam kulkas
Rasminah.
"Penemuan itu disaksikan seorang
anggota polisi," tegasnya. Sebelum sampai pada inti tuntutannya, JPU
menilai ada beberapa hal yang memberatkan Rasminah. Selain perbuatannya yang
meresahkan masyarakat, Rasminah dianggap berbelit-belit di persidangan.
Atas tuntutan JPU, Dion Pongkor, salah
seorang penasihat hukum Rasminah akan mengajukan pledoi. Saat ditemui usai
persidangan, Dion beralasan semua yang didakwakan JPU adalah tidak benar.
2.1.3 . Pencuri
voucher pulsa 10 ribu dihukum 7 tahun
Jakarta - Polisi
telah menahan siswa SMP Al Jihad, Johar Baru, Jakarta Pusat, DS, dengan
tuduhan mencuri kartu perdana senilai Rp 10 ribu. Polisi berargumen,
langkah itu diambilnya sesuai dengan keterangan saksi-saksi.
Saksi-saksi yang sudah diperiksa polisi
mengarah kepada DS yang bukan hanya mengambil kartu perdana XL Rp 10 ribu tapi sekaligus
ikut melakukan perusakan toko pulsa.
"Kita berdasarkan laporan pemilik counter
itu. Terus kita tindak lanjuti. Saksi-saksi termasuk pemilik counter itu dan
kawan-kawannya juga bilang dia pelakunya," ujar Kapolsek Johar Baru Kompol
Suyatno saat dihubungi detikcom, Senin (4/4/2011).
Menurut Suyatno, berdasarkan keterangan saksi,
saat itu ada tawuran yang terjadi di sekitar toko pulsa. Sejumlah orang
melakukan perusakan dan pencurian termasuk tersangka DS. Polisi masih terus
mencari tersangka lainnya yang ikut merusak dan mencuri di toko pulsa tersebut.
"Saat itu ada tawuran. Ada toko voucher di situ sudah ditutup tapi dijebol
dan dirusak. Salah satunya ya dia (DS) pelakunya. Itu berdasarkan laporan
pemilik toko. Terus diteriaki maling ya dikejar," jelasnya.
Suyatno mengatakan, pihaknya masih terus
mencari barang bukti selain keterangan saksi yang menyatakan DS pencurinya.
"Ya memang kartunya itu dibuangnya. Tapi semua saksi mengarah ke
dia. Kita proses secara hukum," ungkapnya. Bukankah pelakunya anak di
bawah umur? "Itu kan pencurian. Nggak lihat siapa orangnya. Kalau dia
nggak salah kenapa harus lari lalu diteriaki maling. Kita kan hanya melayani
masyarakat. Ada yang lapor ya kita tindaklanjuti," jawabnya.
Saat ditanya mengenai penolakan penangguhan
penahanan, Suyatno mengatakan, permintaan penangguhan merupakan hak asasi
setiap orang. Namun penyidik menolak
penangguhan tersebut tentu sudah punya alasan yang kuat. "Saya nggak bisa
intervensi itu," ujarnya. Sebelumnya pengacara tersangka dari PBHI
menyatakan 3 siswa SMP Al Jihad ditangkap polisi karena dituduh mencuri kartu
perdana XL Rp 10 ribu pada Kamis (10/3). Ketiganya yakni DS, RW, dan ML.
Setelah diproses, ML dan RW dibebaskan.
Sedangkan DS ditahan dan dijerat pasal 363 KUHP tentang pencurian dengan
kekerasan dengan ancaman 7 tahun penjara.
2.1.4. Pencuri Pisang Divonis
100 Hari Penjara
SIDOARJO - Majelis hakim
Pengadilan Negeri (PN) Sidoarjo, Jawa Timur, memvonis 100 hari kurungan penjara
terhadap terdakwa Puguh Irawan (24). Terdakwa dinyatakan terbukti melanggar
pasal 363 KUHP setelah mencuri setandan pisang milik Soni Lukmanto, warga Desa
Bluru, Kecamatan Sidoarjo. Vonis yang dijatuhkan majelis hakim yang
diketuai Yuli Hafsah, sudah sesuai dengan tuntutan yang dibacakan Jaksa
Penuntut Umum (JPU), Susanti dua pekan lalu. “Terdakwa terbukti melanggar pasal
363, oleh karena itu kami menjatuhkan vonis 100 hari kurungan penjara,” ujar
Yuli Hafsah, kemarin.
Bujangan
yang tinggal di Desa Ganting, Kecamatan Gedangan itu hanya bisa tertunduk
lesu usai mendengarkan vonis majelis hakim. Selanjutnya, dia keluar ruang
sidang dengan dikawal petugas menuju ke ruang tahanan PN Sidoarjo. “Saya hanya
bisa pasrah mas,” ujarnya kepada wartawan. Ternyata, Puguh Irawan tidak hanya
sekali mencuri pisang. Dia pernah dihukum dalam kasus yang sama. Kini, dia
mengulangi perbuatannya lagi, sehingga menjadi pertimbangan bagi hakim untuk
menguatkan tuntutan JPU.
Kasus
pencurian setandan pisang ini sempat menghebohkan warga Bluru, Kecamatan
Sidoarjo. Dia tertangkap basah warga saat menucri setandan pisang di
pekarangan milik Soni pada November 2010 lalu. Warga curiga, karena
sebelumnya dikawasan itu marak pencurian pisang. Karena itulah, warga
cukup waspada dan berusaha mencari tahu siapa pencuri pisang tersebut. Warga
yang sudah menunggu sejak lama akhirnya memergoki Puguh Irawan dan
temannya memotong satu tandan pisang di pekarangan milik Soni. Secara spontan,
warga kemudian meneriakinya maling yang tengah berusaha membawa setandan
pisang kearah Asmadi yang sudah menunggu di atas motor Yamaha Mio W 2555 TC.
Mendengar
teriakan maling, Asmadi langsung kabur dan naas bagi Puguh Irawan, dia
tertangkap warga dan langsung diserahkan ke perangkat desa yang kemudian dilanjutkan
ke Polsek Kota Sidoarjo. Di hadapan penyidik, terdakwa saat itu mengaku
sudah tiga kali mencuri pisang. Kenapa dia memilih mencuri pisang, tanpa
ditutup-tutupi Puguh Irawan mengaku mencuri pisang lebih mudah untuk dijual.
Dia mencuri pisang itu uangnya untuk membayar kost.
2.1.5. Arthalita
Suryani Bebas
Artalyta
Suryani Bebas Bersyarat 27 Januari – Artalyta Suryani alias Ayin
sebagai terpidana dari kasus suap terhadap jaksa Urip Tri Gunawan akan bebas
dari lembaga pemasyarakatan wanita tengerang pada 27 Januari nanti setelah ia
diduga mendapatkan remisi. Ayin memperoleh pembebasan bersyarat setelah
menjalani eksekusi penahanan sejak Maret 2009. Mendengar pernyataan tersebut,
Patrialis Akbar selaku Menkum HAM menegaskan bahwa pembebasan bersyarat Ayin
sama sekali tidak ada remisi atau potongan masa tahanan. Dia menyatakan,
Direktur Jenderal Pemasyarakatan Untung Sugiyono telah menolak permohonan
remisi untuk Ayin karena insiden sel mewah milik Ayin di Rumah tahanan Pondok
Bambu beberapa waktu lalu.
Meski
begitu, ada pertimbangan baik juga karena kelakuan Ayin selama menjalani
tahanan dinilai baik. Namun sayang, permohonan tersebut tetap ditolak.
Sebelumnya, Ayin dikabarkan mendapatkan remisi dua bulan dan 20 hari. Informasi
yang beredar menyebutkan, pemberian remisi dikuatkan surat keputusan Menkum HAM
yang ditandatangani Kakanwil Kemenhum HAM Banten bertanggal 27 Desember 2010.
Saat
dikonfirmasi, Untung Sugiono menegaskan bahwa pihaknya tak pernah mengabulkan
permintaan remisi itu. “Dirjen Pas tidak pernah mengeluarkan remisi untuk Ayin
pada 2010. Kalau ada kopi surat remisi Ayin, itu saya tidak tahu. Pokoknya,
sampai detik ini tidak ada remisi umum,” tegasnya ketika ditemui di gedung
Kemenkum HAM kemarin
2.1.6. Anggodo
dihukum 4 tahun penjara
Jakarta - Majelis
hakim pengadilan Tipikor menjatuhkan hukuman kepada Anggodo Widjojo selama 4
tahun penjara. Anggodo terbukti bersalah berupaya menyuap pimpinan KPK dan
berusaha menghalang-halangi proses penyidikan di lembaga tersebut. "Mengadili,
menyatakan terdakwa secara sah dan meyakinkan telah terbukti melakukan tindak
pidana korupsi," ucap ketua majelis, Tjokorda Rai Suamba saat membacakan
vonisnya di Pengadilan Tipikor, Jl HR Rasuna Said, Jakarta Selatan, Selasa
(31/8/20101).
Selain hukuman pidana, adik buronan KPK
Anggoro Widjojo ini juga harus membayar uang denda sebesar Rp 150 juta.
Jika tidak, hukuman Anggodo akan ditambah sebanyak 3 bulan penjara. Oleh
majelis, Anggodo telah terbukti bermufakat dengan Ari Muladi untuk berusaha
menyuap pimpinan dan penyidik KPK. Jumlahnya keseluruhannya mencapai Rp 5,150
miliar. Dengan adanya suap itu, KPK tidak akan melanjutkan proses hukum yang
melibatkan Anggoro dan PT Masaro Radiokom dalam perkara pengadaan Sistem Komunikasi
Radio Terpadu (SKRT).
Anggodo melanggar pasal 15 jo pasal 5 ayat 1
huruf a UU No 31 tahun 1999 sebagaimana diubah menjadi UU No 20 Tahun 2001
tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi.
2.1.7 . Susno Duadji
Korupsi
Jakarta, 24/3 (ANTARA) - Mantan
Kabareskrim Mabel Polrii, Komjen Pol Susno Duadji, langsung menyatakan banding
usai divonis tiga tahun dan enam bulan penjara, serta denda Rp200 juta atau
subsider enam bulan kurungan karena secara sah dan meyakinkan melakukan tindak
pidana korupsi. "Saya akan mengajukan banding," kata mantan Kepala
Badan Reserse Kriminal Markas Besar Kepolisian Negara RI (Kabareskrim Mabes
Polri) itu. di Pengadilan Negeri (PN) Jakarta Selatan, Kamis malam.
Sementara itu, ketua majelis hakim
perkara Susno Duadji, Kharis Mardiyanto, dalam pembacaan putusan mengemukakan: "Mengadili,
menyatakan terdakwa bersalah melakukan tindak pidana korupsi. Menjatuhkan
penjara tiga tahun enam bulan. "Vonis tersebut lebih ringan dibandingkan
tuntutan jaksa penuntut umum dengan tujuh tahun kurungan dan denda Rp500 juta
atau subsider enam bulan kurungan.
Susno menjadi terdakwa dalam dugaan
menerima dana sebesar Rp500 juta dalam penanganan kasus PT Salma Arowana
Lestari (SAL). Serta menjadi terdakwa dalam dugaan penggelapan dana pemilihan
umum kepala daerah (pilkada) Jawa Barat 2008. Majelis hakim menyatakan terdakwa
harus membayar uang pengganti Rp4 miliar dan jika tidak dibayarkan selama satu
bulan harus diganti dengan hartanya.
Susno Duadji Melanggar Pasal 11
Undang-Undang (UU) Nomor 31 tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana
Korupsi sebagaimana diubah dalam UU Nomor 20 tahun 2001. Pasal 3 jo Pasal 18
Undang-Undang (UU) Nomor 31 tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana
Korupsi sebagaimana diubah dalam UU Nomor 20 tahun 2001 jo Pasal 55 ayat ke-1
KUHP. Majelis berpendapat bahwa tuduhan
terhadap Susno menerima dana Rp500 juta untuk penanganan PT SAL, berdasarkan
keterangan saksi Sjahril Djohan dan Syamsu Rizal, sehingga pembelaan dari
kuasa hukum Susno patut ditolak.
Majelis juga menilai, terkait dana
pengamanan Pilkada Jabar, tidak mungkin pimpinan tidak mengetahui adanya
pemotongan. Karena, saat itu
Susno Duadji tengah menjabat sebagai Kapolda Jabar. Majelis hakim menyebutkan yang meringankan terdakwa, yakni
sudah mengabdi sebagai anggota Polri selama 30 tahun.
"Dan, di bawah perlindungan LPSK
sebagai whistle blower," katanya. Sebelumnya, penuntut umum
menyatakan untuk kasus Pilkada Jawa Barat, perbuatan terdakwa melawan hukum
memperkaya diri sendiri atau orang lain atau suatu korporasi yang dapat
merugikan keuangan atau perekonomian negara.
"Terdakwa telah melakukan
pemotongan anggaran dana pengamanan Pilkada Gubernur Jabar tahun 2008 yang
berasal dari dana hibah Pemprov Jabar sebesar Rp8 ,1 miliar," katanya. Perkara
tersebut bermula saat Susno menjabat sebagai Kapolda Jabar, mengajukan
pengajuan dana untuk pengamanan sebesar Rp27 miliar kepada Pemerintah Provinsi
Jawa Barat. Dari dana Rp8 miliar itu, terdakwa mendapatkan uang sebesar Rp4
miliar yang sisanya dibagi-bagikan.
2.1.8. Gayus hanya
divonis 7 tahun?
Majelis
Hakim Pengadilan Negeri (PN) Jakarta Selatan memvonis terdakwa mafia hukum dan
pajak Gayus Tambunan tujuh tahun penjara. Apa pertimbangan Majelis Hakim yang
diketuai Albertina Ho tersebut? Dalam pertimbangannya, hakim menilai Gayus
terbukti melakukan tindak pidana empat lapis pasal jeratan. Pertama, akibat
perbuatan terdakwa mengabulkan keberatan pajak PT Surya Alam Tunggal (SAT),
kantor pelayanan pajak Sidoarjo harus mengembalikan pajak yang telah
dibayarkan. "Maka harus dikembalikan oleh negara beserta bunga sebesar
total Rp570 juta," kata Ketua Majelis Hakim, Albertina Ho, di Pengadilan
Negeri Jakarta Selatan, Rabu 19 Januari 2011.
Majelis
berpendapat, terdakwa Gayus tidak teliti, cermat, sehingga Keberatan Pajak PT
SAT dikabulkan dan berakibat pada kerugian negara. Menurut hakim, terdakwa
telah menyalahgunakan wewenang yang ada padanya sehingga merugikan keuangan
negara. "Merugikan keuangan negara salah satunya dengan berkurangnya
jumlah kekayaan keuangan negara," kata Albertina.
Selain
itu Gayus juga dijerat memberikan suap kepada penyidik Mabes Polri.
"Terdakwa telah memberi sejumlah uang kepada Arafat Enanie selaku
penyelenggara negara maka unsur kedua terpenuhi," kata Hakim Albertina
Penyerahan uang terhadap Arafat, kata Albertina, dilakukan di tempat parkir
Hotel Ambhara yang diserahkan oleh pengacara Gayus, Haposan Hutagalung. Albertina
menambahkan, maksud pemberian uang kepada penyidik tidak hanya tidak dilakukan
penyitaan terhadap rumah dan rekening terdakwa di Bank Panin dan BCA.
Selanjutnya,
kata Albertina, meski terdakwa menyatakan tidak jadi menyerahkan uang sebesar
US$40.000 kepada Hakim Muhtadi Asnun--hakim yang menangani perkara Gayus di
Tangerang-- namun telah ada janji yang diberikan. "Terdakwa jadi
memberikan atau tidak, terdakwa telah menjanjikan memberikan US$40.000, dan
selanjutnya diberikan kepada hakim anggota US$5.000 kepada masing-masing hakim
anggota, Haran Tarigan dan Bambang Widyatmoko," kata dia. Selain itu,
adanya, pesan singkat dari Muhtadi Asnun yang meminta mobil Honda Jazz dan disanggupi
terdakwa dinilai hakim terdakwa telah memberikan janji dengan permintaan
tertentu.
Terakhir,
hakim menjerat Gayus dengan Pasal 22 Jo Pasal 28 Undang-Undang Tindak Pidana
Korupsi. Menurut Hakim, terdakwa telah sengaja membuat surat perjanjian dan kuitansi
palsu. "Meski terdakwa tahu isi perjanjian tersebut tidak benar terdakwa
menandatangani," ujar dia. Selain itu, hakim berpendapat dengan
menandatangai perjanjian dan kuitansi fiktif tersebut berakibat dibukanya
blokir rekening terdakwa.
Hakim
juga mempertimbangkan pernyataan saksi Wani Sabu, dari Halo BCA, yang
menyatakan bahwa tidak pernah ada pemblokiran terhadap rekening terdakwa.
"Terdakwa telah memberikan keterangan yang tidak sebenarnya sehingga unsur
ketiga terpenuhi," kata dia.
Pemblokiran
tersebut menurut hakim, tidak dilakukan karena tidak ada uang dalam rekening
milik Gayus ketika dilakukan pemblokiran. Selanjutnya soal asal dana Gayus yang
diakui terdakwa berasal dari PT Bumi Resources sebesar US$1 juta, PT Kaltim
Prima Coal, dan PT Arutmin. Terlepas benar tidaknya asal uang tersebut yang
masih dalam penyidikan, kata Albertina, apabila dihubungkan dengan pekerjaaan
terdakwa yang pegawai golongan III dan memiliki uang sebesar itu, patut diduga
uang tersebut berasal dari tindak pidana korupsi.
Selain vonis
tujuh tahun, Majelis Hakim PN Jakarta Selatan juga memerintahkan Gayus membayar
uang denda Rp300 juta. Vonis ini jauh lebih ringan dari tuntutan jaksa, 20
tahun dan uang denda Rp500 juta. (umi)
BAB III
PEMBAHASAN
Sudahkah keadilan berwujud dalam
beberapa kasus hukum di atas? Meskipun KPK berhasil menjerat Anggodo ke dalam
tahanan dengan menggunakan pasal 15 Undang-Undang tentang Pemberantasan Tindak
Pidana Korupsi, namun kasus ini menunjukan ketidakadilan dalam hukum. Jika dibandingkan
dengan proses hukum yang dialami Minah dan kawan-kawan ‘orang kecil’ lainnya.
Kelima orang kecil tersebut memang
terbukti melakukan tindak pidana ,dan karena itu harus dihukum. Namun yang
menjadi pertanyaan ialah, sudah tidak adakah rasa kemanusiaan pada kasus
mereka? Dalam undang-undang telah jelas bahwa setiap orang memiliki kedudukan
yang sama di hadapan hukum. Maka bila melanggar hukum, wajib dijatuhkan
hukuman.
Akan tetapi hakim memiliki
kewenangan untuk menilai sebuah kasus sebelum menjatuhkan hukuman dengan
melihat jenis kejahatan, kerugian, usia, perekonomian, latarbelakang, dan
dampak hukum bagi masyarakat. Itu semua seharusnya menjadi dasar pemikiran
seorang hakim sebelum menjatuhkan hukuman. Lihatlah bagaimana seorang koruptor
mencuri uang negara, uang uang rakyat, atau jelas-jelas menyuap seorang jaksa
kemudian mendapatkan berbagai macam keringanan dan kemewahan dalam penjara.
Sedangkan seorang nenek miskin yang tinggal sendirian dijatuhi hukuman satu
bulan penjara karena mencuri tiga buah kakao yang harganya tidak seberapa.
Itukah keadilan?
Padahal rakyat dijanjikan tiga hal
dalam hukum, yakni keadilan, kemanfaatan, dan kepastian hukum. Semua orang
pasti berusaha mencari keadilan. Karena itu, maka hukum harus bersifat
kemanfaatan bagi semua orang. Namun, tidak semua keputusan hakim dirasa adil
dan bermanfaat bagi semua orang. Untuk itu tiga komponen system hukum yakni,
substansi, struktur, dan kultur, harus segera dibenahi.
Karena semua warga Negara sama
kedudukannya dimata hukum, maka ia tidak boleh hanya memihak kepada golongan
yang berkuasa dan berduit. Jangan sampai plesetan “UUD” (Ujung-Ujungnya Duit),
maupun “KUHP” (Kasih Uang Habis Perkara) terus menjadi benalu dalam system
hukum dinegeri ini.
BAB IV
PENUTUP
4.1
Kesimpulan
Hukum di Indonesia bagaikan pedang yang
tertancap ke bawah, semakin ke bawah maka semakin tumpul. Masih banyak para
aparat penegak hukum yang tidak menjalankan tugas dan fungsinya dengan
sebagaimana mestinya. Padahal, hal pertama yang harus dibangun untuk menciptakan
keadilan adalah kejujuran dari para penegak hukumnya.
Profesiolisme aparat penegak hukum memberi
dampak kerja kepada aparat penegak hukum lainnya. Lemahnya moral dan mental
oknum penegak hukum akan dimanfaatkan oleh jaringan makelar kasus.
Semua warga negara sama kedudukannya di
hadapan hukum, maka hukum tidak boleh hanya memihak pada golongan yang berkuasa
dan berduit. Karena tidak mungkin membersihkan barang yang kotor dengan lap
yang kotor.
4.2
Saran
Agar hukum di Indonesia bisa berjalan
sebagaimana mestinya, maka pemerintah harus bekerjasama dengan aparat hukum
dengan cara memberikan sanksi yang tegas dan nyata terhadap aparat hukum yang
melanggar kode etik kerjanya.
Pemerintah juga harus meningkatkan
keamanan bagi aparat hukum agar terhindar dari berbagai ancaman pihak yang
berlaku curang. Karena sering kali aparat hukum yang jujur menegakkan keadilan
dan menolak suap mendapat ancaman dari tersangka, sehingga mereka takut dan
terpaksa menuruti kemauan terdakwa tersebut. Tiga komponen sistem hukum yakni,
substansi, struktur, dan kultur, juga harus segera dibenahi. Terutama pada
hakim atau jabatan tertinggi di kejaksaan dan kepolisian.