By : Bobby Rachman Pratama
Helaan nafas terdengar berkal-kali di pagi yang dingin ini.
Kulihat dia sedang tertunduk sedih di sana, aku ingin sekali
menyapanya, menanyakan ada apa tapi aku takut mengganggunya. Aku memberanikan
diri menghampirinya dan duduk di sampingnya.
“ Hai Git, boleh aku duduk di sini?” sapaku padanya.
“ Hai Git, boleh aku duduk di sini?” sapaku padanya.
“Eh Bima, boleh-boleh,”
sambil menyuruhku duduk di sampingnya.
“Kenapa muka kamu kusut gitu?”
“Gak kenapa-napa kok,”
“Ah masa, aku gak percaya kalo kamu gak kenapa-napa. Cerita aja kita kan sahabat,”
“Gak kenapa-napa kok, gak percaya banget deh!”
“Jangan boong, dari raut muka kamu itu keliatan tau. Ayo cerita,”
“Iya deh, aku harus pindah dari sini karna ayah aku dipindah
tugasin ke Australia dan aku sekolah di sana. Sekolah musik terkenal di sana,”
“Beneran nih?? Harusnya seneng dong
kenapa sedih gitu?”
“Ya sedihlah kita kan udah berteman
sejak kecil malah terpisah jauh,”
“Bilang aja kalo kamu yang gak tahan
kalo jauh dari aku,”
“Ih gak kok, wee”
Setelah berbincang cukup lama dengannya Gita dipanggil orangtuanya untuk pulang ke rumahnya yang
tidak jauh dari taman tempat kami berbincang tadi. Keesokan harinya aku
kembali ke rumahnya untuk bertemu dengannya lagi dan ingin menyampaikan
ucapan selamat tinggal untuknya, tetapi hal itu tidak sempat keluar dari
mulutku lantaran dia sudah berangkat ke sana. Aku coba untuk
menghubunginya, kucari facebook dan twitternya, tetapi aku tidak menemukanya.
Hari pun berlalu, bulan demi bulan kulewati, dan tahun demi tahun kuhadapi
untuk menunggunya kembali ke tempat kami pertama bertemu.
Lima tahun kemudian aku melihatnya di sebuah tayangan televisi,
dia berhasil menjadi seorang musisi Internasional yang
mengharumkan nama bangsa. Aku berusaha untuk menemuinya saat dia kembali ke
Indonesia, sambil aku berharap agar dia mengingatku dan mengingat tempat kami
bertemu. Lima bulan lamanya aku mencari informasi tentangnya, dan akhirnya
kutemukan. Kami saling berhubungan, dan akhirnya kami membuat janji untuk
bertemu. Aku pun deg-degan menunggu waktu itu.
Waktu yang ku tunggu-tunggu akhinya tiba. Aku bergegas ke
tempat yang kami janjikan di sebuah restoran sederhana tempat di mana dulu aku bersamanya
biasa bersenda gurau. Tidak lama kemudian kulihat sebuah mobil mercedez benz
berwarna abu-abu datang dan ku lihat dia keluar dari mobil tersebut, dia
terlihat cantik dengan pakaian yang digunakannya, rambutnya yang panjang
terikat rapi. Dia pun langsung menghampiriku pada saat itu aku masih terdiam
terpesona melihat perubahan dari
dirinya.
“Bim, kenapa kamu?” tegurnya, sambil bingung meliat aku
terdiam.
“Gak kamu cantik banget hari ini,”
balasku tanpa sadar.
“Ih, apaan deh kamu, emang hari-hari sebelumnya kamu pernah
ketemu aku lagi. weee”
“Gak sih tapi kamu emang cantik kok dari terakhir kita ketemu
beberapa tahun lalu,”
“Ah bisa aja kamu nih,”
“Duduk yuk, masa kita di sini bicara sambil berdiri sih. Kamu mau pesan
apa?”
Aku pun memesankan pesanannya setelah itu kami
berbincang-bincang seraya menunggu pesanan kami diantarkan.
“Git, aku mau nanya, kenapa kamu gak bilang sebelum kamu
pergi?”
“Aku gak bilang karna aku gak mau terpisah sama kamu , gak
mau kita sama-sama menangis karna kita terpisah dan aku takut karna itu kita
gak bisa ketemu lagi,”
“Sebenarnya kamu gak bilang itu lebih membuat aku sakit hati
dan berpikir kamu gak pedulikan aku lagi,”
“Aku gak bermaksud gitu sama kamu, aku ngelakuin ini karna
sayang sama kamu”
“Iya, aku bisa mengerti apa yang kamu maksud, aku berharap
kita bisa sama-sama kaya dulu waktu kita masih SMA,”
“Makasih yah kamu udah ngerti aku. Yap aku juga berharap bisa
sama-sama kaya dulu,”
Makanan yang kami pesanpun datang. Saat sedang makan
handphonenya berdering, dia di telepon managernya untuk siap-siap untuk
konser lagi.
“Kamu mau konser lagi yah Git?”
“Iya nih tiba-tiba manager aku nelepon dan katanya aku harus ke
tempatnya sekarang, karna 1 jam lagi konsernya dimulai”
“Mau aku anterin? Sekalian aku mau denger kamu nyanyi,”
“Apa gak ganggu kamu?”
“Gak kok, langsung berangkat aja yuk nanti kamu keburu telat
lagi,”
“Iya, makasih yah,”
Dia menelepon supirnya mengatakan dia tidak perlu dijemput. Kami pun
masuk ke mobilku dan menuju tempat tujuan. Sesampainya di tempat tersebut aku mengantarkan dia ke stan
para artis yang mengisi acara tersebut. Setelah itu aku pergi ke depan membeli
tiket dan menonton penampilannya. Dia memainkan lagu “You And I” dari Secondhand Serenade berkolaborasi dengan John
seorang penyanyi dari luar negeri yang ikut memeriahkan konser ini. Saat menyanyi dia
memandangku dan aku pun membalas dengan senyum seperti memberi isyarat padanya
bahwa dia bagus saat menyanyi. Seusai konser itu aku langsung menemuinya di belakang
panggung
“Bagus banget suara kamu git, apa lagi kamu sambil mainin
gitar kamu tambah keren dan cantik deh,”
“Ah bisa-bisanya kamu doang kan muji-muji pasti ada maunya
nih,”
“Ih emang bener kok,”
“Ya udah makasih yah Bim,”
“Udah malem nih, kuanter kamu pulang yah, sekalian buat tau
rumah kamu biar bisa main-main ke rumah kamu kaya dulu,”
“Gak apa-apa nih? Nanti kamu kemaleman lo sampe rumahnya,”
“Gak apa-apa kok, lagian aku sendirian juga di rumah,”
“Loh Om sama Tante kemana?”
“Nanti deh aku ceritain di mobil,”
Kami pun menuju ke tempat aku parkir mobil dan kami berdua
pun langsung berangkat pulang.
“Git mau makan dulu?”
“Emmh, gimana yah”
“Mau makan gak??” tanyaku sekali lagi kepadanya.
“Gak usah deh, makan di rumah aja. Nanti kalo makan dulu kamu
tambah malem pulangnya,”
“Gak masalah kok,”
“Gak, gak usah bahaya buat kamu kalo pulang kemalaman, aku
takut..,”
“Takut kehilangan aku yah, hehehe,”
“Ih serius tau, aku takut kamu kenapa-napa,”
“Ya udah kita langsung pulang aja ke rumah kamu,”
“Eh kamu mau cerita kenapa orang tua kamu gak ada di
rumah kan? Tadi kamu janji lo,”
“Iya, orang tuaku lagi gak ada di
rumah, mereka lagi pergi keluar kota untuk jenguk nenek yang sakit,”
“Oh, nenek kamu sakit apa?”
“Gak tau deh, kata Ibuku nenek sakit
asmanya kambuh dan sekarang tambah parah,”
“Kamu kenapa gak jenguk?”
“Aku udah jenguk kemarin, trus aku
pulang duluan karna harus kerja lagi,”
“Oh gitu, semoga cepet sembuh yah
nenek kamu,”
“Iya makasih yah. Eh, di mana nih
rumah kamu?”
“Hmmmh belok kanan, yap udah nyampe
nih. Makasih yah udah nganterin,”
“Iya sama-sama,”
“Hati-hati yah,”
Sebelum aku masuk kembali ke mobil,
tiba-tiba dia memelukku dari belakang dan mencium pipiku. Hal tersebut sontak
membuatku diam membeku.
Hari-hari kami lewati bersama bulan
demi bulan kami jalani dengan lika-liku yang menghadang sampai akhirnya 2 tahun
hubungan kami berjalan. Aku pun melamarnya. Aku melamarnya di tempat kami
bertemu kembali 2 tahun yang lalu. Dan kami menikah di tanggal yang sama saat
kami bertemu kembali.
Hampir lima tahun sudah pernikahan
aku dan dia berlangsung kami pun memiliki seorang anak yang cantik mirip dengan
istriku. Kami merayakan ulang tahun pernikahan kami di retoran itu lagi, tetapi
kali ini kami berangkat sendiri-sendiri karena Aku dan Dia ingin saling memberikan
kejutan. Aku membawakannya seikat bunga kesukaannya. Sesampainya disana, Aku
belum menjumpainya di tempat kami berjanji. Ku telepon Dia.
“Halo, Kamu dimana? Aku udah nyampe
nih,”
“Aku masih di jalan, tunggu sebentar
yah ,”
“Ya udah, hati-hati yah,”
Satu jam, dua jam, berjam-jam
lamanyanya ku tunggu dia tidak datang-datang, sontak aku marah. Aku coba meneleponnya
ternyata nomer teleponnya tidak aktif, Semakin marah aku padanya. Tetapi tidak
lama kemudian ada seseorang menemuiku memberikan sebuah kertas dan berkata
bahwa itu dari istriku. Aku membukanya dan ternyata itu sebuah karya musik
darinya untukku. Setelah itu dia berkata bahwa Istriku sudah meninggal dalam
kecelakaan yang baru saja terjadi. Kali ini aku terdiam, aku sangat terkejut
dan tidak percaya. Aku tidak mendengar
apa-apa lagi, telingaku seolah tuli setelah mendengar berita tersebut. Aku
bergegas menemuinya ke rumah sakit, dan ternyata benar yang terbujur kaku
disana adalah istriku yang sangat ku cintai, yang sangat ku sayangi. Aku pun
kehilangan arah, aku sering mabuk-mabukan karena aku masih belum bisa menerima
hal tersebut. Dan aku semakin depresi, berbulan-bulan aku seperti itu.
Anakku yang selalu mengingatkanku
padanya karena dia selalu memainkan lagu buatan ibunya bila dia merindukannya. Semakin
hari aku kembali pulih dari depresiku, aku bisa melanjutkan hidupku dengan
mengenangnya lewat anakku. Dengan menganggapnya selalu ada di sampingku,
mendampingiku melakukan apapun hatiku terasa sangat tenang. Karena dialah cintaku
yang abadi.
Cinta itu datangnya sekali dan selalu
abadi sampai kedua insan yang merasakan cinta itu mati.
_The End_
NB : Sebelum diposting, Nisa udah minta izin dulu ke Bobbynya biar cerpennya Nisa posting di blog Nisa, jadi gak ada pihak yang dirugikan :D
sip... cerita yang bagus..
Makasih ya :)