Kisah Cinta Khalifah Ali Bin Abi Thalib Dan Fatimah Az-zahra


.

Bismillaahirrahmanirrahiim

Cinta sahabat Ali bin Abi Thalib dan Fatimah Az-Zahra memang luar biasa indah, cinta yang selalu terjaga kerahasiaannya dalam sikap, kata, maupun expresi. Hingga konon karena saking teramat rahasianya setan saja tidak tahu urusan cinta diantara keduanya. Dan akhirnya Allah menyatukan mereka dalam sebuah ikatan suci pernikahan.

Sudah lama Ali terpesona dan jatuh hati pada Fatimah, ia pernah tertohok dua kali saat Abu Bakar dan Ummar melamar fatimah. Sementara dirinya belum siap untuk melakukannya.

Pada saat kaum muslimin hijrah ke madinah, Fathimah dan kakaknya Ummu Kulsum tetap tinggal di Makkah sampai Nabi mengutus orang untuk menjemputnya. Setelah Rasulullah SAW menikah dengan Aisyah binti Abu Bakar, para sahabat berusaha meminang Fathimah. Abu Bakar dan Umar maju lebih dahulu untuk meminang tapi Nabi menolak dengan lemah lembut.

Lalu Ali bin Abi Thalib datang kepada Rasulullah untuk melamar, ketika nabi bertanya, “Apakah engkau mempunyai sesuatu ?”

“Tidak ada ya Rasulullah,” jawabnya.

“Dimana pakaian perangmu yang hitam, yang saya berikan kepadamu,” tanya Rasulullah SAW lagi.

“Masih ada padaku wahai Rasulullah,” jawab Ali.

“Berikan itu kepadanya (Fatihmah) sebagai mahar.” kata beliau.

Kemudian Ali bergegas pulang dan membawa baju besinya, lalu Nabi menyuruh menjualnya dan baju besi itu dijual kepada Utsman bin Affan seharga 470 dirham, Ali pun memberikannya kepada Rasulullah dan diserahkan kepada Bilal untuk membeli perlengkapan pengantin.

Kaum muslim merasa gembira atas perkawinan Fathimah dan Ali bin Abi Thalib, setelah setahun menikah lalu dikaruniai anak bernama Al- Hasan dan saat Hasan genap berusia 1 tahun lahirlah Husein pada bulan Sya’ban tahun ke 4 H.

Dalam suatu riwayat dikisahkan bahwa suatu hari setelah keduanya menikah, Fatimah berkata kepada Ali:

Fatimah : “Wahai suamiku Ali, aku telah halal bagimu, aku pun sangat bersyukur kepada Allah karena ayahku memilihkan aku suami yang tampan, sholeh, cerdas dan baik sepertimu”.

Ali          : “Aku pun begitu wahai Fatimahku sayang, aku sangat bersyukur kepada Allah akhirnya cintaku padamu yang telah lama kupendam telah menjadi halal dengan ikatan suci pernikahanku denganmu.”

Fatimah   : (berkata dengan lembut) “Wahai suamiku, bolehkah aku berkata jujur padamu? karena aku ingin terjalin komunikasi yang baik diantara kita dan kelanjutan rumah tangga kita”.

Ali           : “Tentu saja istriku, silahkan, aku akan mendengarkanmu…”.

Fatimah   : “Wahai Ali suamiku, maafkan aku, tahukah engkau bahwa sesungguhnya sebelum aku menikah denganmu, aku telah lama mengagumi dan memendam rasa cinta kepada seorang pemuda, dan aku merasa pemuda itu pun memendam rasa cintanya untukku. Namun akhirnya ayahku menikahkan aku denganmu. Sekarang aku adalah istrimu, kau adalah imamku maka aku pun ikhlas melayanimu, mendampingimu, mematuhimu dan menaatimu, marilah kita berdua bersama-sama membangun keluarga yang diridhoi Allah”

              Sungguh bahagianya Ali mendengar pernyataan Fatimah yang siap mengarungi bahtera kehidupan bersama, suatu pernyataan yang sangat jujur dan tulus dari hati perempuan sholehah. Tapi Ali juga terkejut dan agak sedih ketika mengetahui bahwa sebelum menikah dengannya ternyata Fatimah telah memendam perasaan kepada seorang pemuda. Ali merasa agak sedih karena sepertinya Fatimah menikah dengannya karena permintaan Rasul yang tak lain adalah ayahnya Fatimah, Ali kagum dengan Fatimah yang mau merelakan perasaannya demi taat dan berbakti kepada orang tuanya yaitu Rasul dan mau menjadi istri Ali dengan ikhlas.

              Namun Ali memang sungguh pemuda yang sangat baik hati, ia memang sangat bahagia sekali telah menjadi suami Fatimah, tapi karena rasa cintanya karena Allah yang sangat tulus kepada Fatimah, hati Ali pun merasa agak bersalah jika hati Fatimah terluka, karena Ali sangat tahu bagaimana rasanya menderita karena cinta. Dan sekarang Fatimah sedang merasakannya. Ali bingung ingin berkata apa, perasaan di dalam hatinya bercampur aduk. Di satu sisi ia sangat bahagia telah menikah dengan Fatimah, dan Fatimah pun telah ikhlas menjadi istrinya. Tapi di sisi lain Ali tahu bahwa hati Fatimah sedang terluka. Ali pun terdiam sejenak, ia tak menanggapi pernyataan Fatimah.

              Fatimah pun lalu berkata, “Wahai Ali suamiku sayang, Astagfirullah maafkan aku. Aku tak ada maksud ingin menyakitimu, demi Allah aku hanya ingin jujur padamu, saat ini kaulah pemilik cintaku, raja yang menguasai hatiku.”.

              Ali masih saja terdiam, bahkan Ali mengalihkan pandangannya dari wajah Fatimah yang cantik itu. 
              Melihat sikap Ali, Fatimah pun berkata sambil merayu Ali, “Wahai suamiku Ali, tak usah lah kau pikirkan kata-kataku itu, marilah kita berdua nikmati malam indah kita ini. Ayolah sayang, aku menantimu Ali”.

              Ali tetap saja terdiam dan tidak terlalu menghiraukan rayuan Fatimah, tiba-tiba Ali pun berkata, “Fatimah, kau tahu bahwa aku sangat mencintaimu, kau pun tahu betapa aku berjuang memendam rasa cintaku demi untuk ikatan suci bersamamu, kau pun juga tahu betapa bahagianya kau telah menjadi istriku. Tapi Fatimah, tahukah engkau saat ini aku juga sedih karena mengetahui hatimu sedang terluka. Sungguh aku tak ingin orang yang kucintai tersakiti, aku bisa merasa bersalah jika seandainya kau menikahiku bukan karena kau sungguh-sungguh cinta kepadaku. Walupun aku tahu lambat laun pasti kau akan sangat sungguh-sungguh mencintaiku. Tapi aku tak ingin melihatmu sakit sampai akhirnya kau mencintaiku.”.

              Fatimah pun tersenyum mendengar kata-kata Ali, Ali diam sesaat sambil merenung, tak terasa mata Ali pun mulai keluar air mata, lalu dengan sangat tulus Ali berkata lagi, “Wahai Fatimah, aku sudah menikahimu tapi aku belum menyentuh sedikit pun dari dirimu, kau masih suci. Aku rela menceraikanmu malam ini agar kau bisa menikah dengan pemuda yang kau cintai itu, aku akan ikhlas, lagi pula pemuda itu juga mencintaimu. Jadi aku tak akan khawatir ia akan menyakitimu. Aku tak ingin cintaku padamu hanya bertepuk sebelah tangan, sungguh aku sangat mencintaimu, demi Allah aku tak ingin kau terluka… Menikahlah dengannya, aku rela”.

              Fatimah juga meneteskan air mata sambil tersenyum menatap Ali, Fatimah sangat kagum dengan ketulusan cinta Ali kepadanya, ketika itu juga Fatimah ingin berkata kepada Ali, tapi Ali memotong dan berkata, “Tapi Fatimah, sebelum aku menceraikanmu, bolehkah aku tahu siapa pemuda yang kau pendam rasa cintanya itu? Aku berjanji tak akan meminta apapun lagi darimu, namun izinkanlah aku mengetahui nama pemuda itu.”

              Airmata Fatimah mengalir semakin deras, Fatimah tak kuat lagi membendung rasa bahagianya dan Fatimah langsung memeluk Ali dengan erat. Lalu Fatimah pun berkata dengan tersedu-sedu, “Wahai Ali, demi Allah aku sangat mencintaimu, sungguh aku sangat mencintaimu karena Allah."

              Berkali-kali Fatimah mengulang kata-katanya. Setelah emosinya bisa terkontrol, Fatimah pun berkata kepada Ali, “Wahai Ali, awalnya aku ingin tertawa dan menahan tawa sejak melihat sikapmu setelah aku mengatakan bahwa sebenarnya aku memendam rasa cinta kepada seorang pemuda sebelum menikah denganmu, aku hanya ingin menggodamu, sudah lama aku ingin bisa bercanda mesra bersamamu. Tapi kau malah membuatku menangis bahagia. Apakah kau tahu sebenarnya pemuda itu sudah menikah”.

              Ali menjadi bingung, Ali pun berkata dengan selembut mungkin, walaupun ia kesal dengan ulah Fatimah kepadanya ”Apa maksudmu wahai Fatimah? Kau bilang padaku bahwa kau memendam rasa cinta kepada seorang pemuda, tapi kau malah bilang kau sangat mencintaiku, dan kau juga bilang ingin tertawa melihat sikapku, apakah kau ingin mempermainkan aku Fatimah? Sudahlah tolong sebut siapa nama pemuda itu? Mengapa kau mengharapkannya walaupun dia sudah menikah?”.

              Fatimah pun kembali memeluk Ali dengan erat, tapi kali ini dengan dekapan yang mesra. Lalu menjawab pertanyaan Ali dengan manja, “Ali sayang, kau benar seperti yang kukatakan bahwa aku memang telah memendam rasa cintaku itu, aku memendamnya bertahun-tahun, sudah sejak lama aku ingin mengungkapkannya, tapi aku terlalu takut, aku tak ingin menodai anugerah cinta yang Allah berikan ini, aku pun tahu bagaimana beratnya memendam rasa cinta apalagi dahulu aku sering bertemu dengannya. Hatiku bergetar bila ku bertemu dengannya. Kau juga benar wahai Ali cintaku, ia memang sudah menikah. Tapi tahukah engkau wahai sayangku, pada malam pertama pernikahannya ia malah dibuat menangis dan kesal oleh perempuan yang baru dinikahinnya”

              Ali pun masih agak bingung, tapi Fatimah segera melanjutkan kata-katanya dengan nada yang semakin menggoda Ali, ”Kau ingin tahu siapa pemuda itu? Baiklah akan kuberi tahu. Sekarang ia berada disisiku, aku sedang memeluk mesra pemuda itu, tapi kok dia diam saja ya, padahal aku memeluknya sangat erat dan berkata-kata manja padanya, aku sangat mencintainya dan aku pun sangat bahagia ternyata memang dugaanku benar, ia juga sangat mencintaiku…”

              Ali berkata kepada Fatimah, “Jadi maksudmu…???”

              Fatimah pun berkata, “Ya wahai cintaku, kau benar, pemuda itu bernama Ali bin Abi Thalib sang pujaan hatiku”.
             

Subhanallah, Betapa Indahnya Kisah Cinta antara Ali Bin Abi Thalib Dan Fatimah Az-Zahra. Maha Suci Allah, Dialah yang mengatur segalanya. Dialah yang telah mengatur jodoh, rezeki, pertemuan, dan maut dari setiap insan di Dunia.. سُبْحَانَ اللَّهِ




Your Reply