ANGGA and NADYA


.


                             Cerpen By Annisa Aprilia dan Annida Sholihah




Desember 2013

Pernahkah kalian menyukai saudara kalian sendiri? Bukan saudara kandung, lebih mengarah ke saudara sepupu. Mungkin hanya satu perbanding sepuluh orang yang mengalami hal tersebut, dan salah satunya adalah Nadya Sherliana.
Sejak kecil. Gadis dengan suara imut dan sering dipanggil ‘Nadya’ oleh teman-temannya itu diam-diam menyukai Angga Prasetyo, sepupu jauhnya. Umur mereka sama, cuma berbeda bulan. Dari kecil, mereka selalu bersama. Hingga saat mereka berdua kelas 4 SD, Nadya harus pindah ke Bekasi karena ayahnya dipindah tugaskan di Kota Hujan itu.
Sejujurnya Nadya tak pernah rela meninggalkan kota kelahirannya, Gresik. Terutama meninggalkan Angga, orang yang selama ini selalu menemaninya, baik di rumah maupun di sekolah. Orang yang tahu segala kekurangannya, hal yang sangat Nadya benci -berbicara di depan umum- Orang yang selalu ada di sisi Nadya kapanpun, dan d imanapun.
Sekarang, dia tinggal di Bekasi. Memulai kehidupan baru, pertemanan baru, belajar mengenal sifat-sifat orang Bekasi, dan hal-hal lain. Dan bahkan Nadya mau tak mau harus menjalani hari-hari sendirian, tanpa ada Angga di sisinya. Itu terasa sangat membosankan. Bahkan bagi sebagian orang lain.
***

Sudah hampir 7 tahun mereka berpisah, beda kota dan sekolah. Mereka tumbuh bersama-sama saat lahir dan terpaksa berpisah karena keadaan yang tak terduga.
Walaupun setiap liburan sekolah atau bahkan saat lebaran mereka bertemu. Entah itu keluarga Angga yang ke Bekasi ataupun sebaliknya. Tetap saja, Nadya dan Angga tidak lagi bisa tumbuh bersama-sama. Mereka menjalani kehidupannya masing-masing.
Sepertinya liburan sekolah tahun ini, keluarga Nadya memutuskan untuk berlibur ke Gresik. Sudah dari beberapa hari yang lalu Nadya menanti-nantikan waktu yang menurutnya jarang terjadi, setiap hari dia selalu merengek kepada papanya agar liburan sekolah yang akan datang agar sekeluarga dapat berlibur di Kota masa kecilnya. Semua penolakan ayahnya tidak membuat Nadya putus asa. Hingga akhirnya usaha Nadya tak sia-sia. ayahnya-pun setuju. Syukurlah.
Sengaja Nadya tidak memberitahu Angga tentang rencananya itu, ia ingin membuat kejutan. Nadya hanya menghela nafas panjang saat memikirkan hal lain. Mengenai ayahnya yang sudah memberitahu ayah Angga, dan sialnya. Ayahnya Angga sudah pasti memberitahukan hal itu ke seluruh keluarganya, tentu saja termasuk pada Angga.
Perjalanan yang memakan waktu lama tidak membuat Nadya bosan. Ingin sekali rasanya dia mengirim sms ke kontak Angga, tapi lagi-lagi Nadya buru-buru menepis keiginannya itu.
Jaga Image Nad. Ingat rencana awal.
***

Sesampainya di Gresik, khususnya di rumah Angga. Keluarga Nadya disambut hangat oleh keluarga Angga. Mereka dipersilahkan masuk dan mama Angga bahkan langsung menunjukkan kamar untuk Nadya. Perjalanan yang memakan waktu hingga kurang lebih 8 jam tentu saja melelahkan.
Nadya tidur dengan kakak dan adiknya, yang dua-duanya cewek. Yap. Semua kakak-beradik di keluarga Nadya cewe, tak ada satu-pun yang cowo. Sebaliknya keluarga Angga cowok semua. Umur mereka pun sama, kakak Nadya seumuran dengan kakak Angga, Nadya seumuran dengan Angga, hanya adik Nadya yang beda 1 tahun dari adik Angga yang lahir lebih dulu.
Saat ini, Nadya berada di sebuah kamar ber-cat warna biru, kamar yang sudah seperti layaknya kamar Nadya sendiri. Dari dulu sampai sekarang. Kamar ini tak pernah berubah. Tak ada yang tau bahwa kamar ini sengaja tak di ubah, dari segi dekorasi.
Dulu, saat Nadya masih tinggal di Gresik, jika dia sedang ngambek dengan kedua orang tuanya dia selalu menginap di rumah Angga. Tapi tentu saja mama Angga memberitahu mama Nadya agar tidak cemas, mama Nadya pun hanya dapat menggelang-gelengkan kepalanya dan meminta maaf karena sudah membuat repot. Keluarga mereka sudah sangat dekat di bandingkan dengan keluarga yang lain.
Ada yang aneh. Ketika keluarganya datang mereka memang disambut dengan keluarga Angga. Ada  Pakdhe, Budhe, kak Reno dan bahkan adiknya, tapi dia tidak melihat Angga disitu.
 Kemana dia? Sedang tidur? Jam segini?
Nadya menatap jam dinding di sudut jendela. Saking penasarannya, setelah selesai merapikan baju di dalam lemari. Nadya langsung melangkah keluar kamar dan mendekati mamanya Angga.
“Budhe, Angga kemana? Lagi tidur ya?” Tanya Nadya polos
“Ohh, Angga tadi pagi udah berangkat sayang”
“Berangkat? Kemana?” Ekspresinya masih bingung, Nadya menatap Budhe-nya dengan pandangan bertanya-tanya.
“Katanya sih dia mau nginep sama teman-teman sekelasnya.”
 “Hah? Nginep? Berapa hari bude?”
 “3 hari sayang”
“Ya udah deh, Nadya ke kamar dulu yaaa ” Nadya tersenyum terpaksa.
Angga lagi nginep sama teman-teman sekelasnya. Dia gak ada di sini. Terus buat apa aku ada di sini kalo gak ada Angga? Kesel!
Nadya membenamkan wajahnya di atas bantal. Banyak yang ingin dia ceritakan pada Angga. Tentang SMA barunya, teman-teman barunya, dan sahabat barunya. Nadya merasa lelah, jam sudah menunjukkan pukul 23.00 wib, tanpa disadari dia tertidur pulas.
***

3 hari berlalu sejak dia menginap di rumah Angga.
Hari-harinya disibukkan dengan belanja bareng mamanya Angga. Karena Budhe-nya itu tidak mempunyai anak perempuan satu pun, jadi setiap pergi berbelanja pasti selalu saja sendirian. Anak cowok mana mungkin mau ikutan belanja, membayangkannya sedikit-pun mereka tak sudi.
 Budhe-nya diam-diam menunggu saat liburan sekolah atau lebaran. karena saat itu dia bisa pergi berbelanja bareng Nadya, kakaknya dan juga adik-adiknya. Tantenya termasuk royal, dia membelikan apapun yang diinginkan mereka bertiga. Tapi tentu saja mereka tidak pernah memanfaatkan kebaikan budhenya itu, mereka hanya membeli satu barang dari beberapa barang yang ditawarkan.
Selesai berbelanja, mereka kembali ke rumah, dari jauh tampaknya mereka sangat senang dengan saling tertawa dan memegang kakinya masing-masing. Ya, hampir 4 jam mereka berkeliling mall. Kapan lagi bisa merasakan moment seperti ini?
Aaaaa Terima kasih banyak Budhe ^-^
Langkah Nadya terhenti saat ia melihat Angga yang sedang memainkan gitarnya di teras depan. Dia pun menghampirinya.
“Angga?” Tanya Nadya hati-hati. Orang di depannya tampak berubah banyak.
“Eh kamu, udah belanjanya Nad?” ucapnya sambil melirik plastik belanjaan yang dibawa Nadya.
“Udah, nihhhh :D” Nadya memamerkan belanjaannya itu di depan muka Angga dengan ekspresi lucu yang hanya di tunjukkan di depan Angga.
“Dasar cewek…” Balas Angga yang tampaknya terdengar hanya seperti gumaman.
“Oya, kamu bisa main gitar?”
“Bisa dong.”
“Sejak kapan?”
“Sejak masuk SMA, aku juga punya band loh” kata Angga bangga.
“Kok gak pernah cerita”
“Ya, aku pikir kamu gak tertarik. Mau aku ajarin gak main gitar?”
Tertarik kok. Aku tertarik apapun tentang kamu.
“Mauuu, tapi yakin kamu mau ajarin aku? Aku kan serada susah buat belajar, apalagi belajar gitar. Aaaah udah gaperlu aaah” Nadya pura-pura sok jual mahal. Tapi akhirnya dia tertawa di ikuti tawa Angga.
“Iya, yakin. Aku juga tau kok, kamu kan harus diajarin berulang kali dulu baru ngerti” Angga tersenyum mengejek, dan berheti tertawa saat itu juga.
“Ihhh…”
Nadya menjitak kepala Angga dan menjulurkan lidahnya. Lalu masuk ke dalam tanpa menoleh kembali. Dia sempat mendengar Angga berkata, “Bercanda.. Kalo mau diajarin besok pagi aja, kamu juga kayaknya capek habis belanja.”
Mendengar kata-kata tadi membuat Nadya tak bisa berhenti tersenyum. Mereka memang selalu berantem –setiap saat- tapi tidak akan berlangsung lama. Angga selalu mengalah, meminta maaf, dan mengajaknya mengobrol kembali. Tak akan asyik tanpa ada pertengkaran kecil dalam keseharian mereka.
***

Malam harinya, saat Nadya lagi duduk di teras sambil teleponan dengan sahabatnya di Bekasi, Angga datang dan duduk di sebelahnya.
“Angggaaa… coba ngomong hallo… Begitu” Nadya mendekatkan Hpnya ke mulut Angga.
“Hallo…?”
“Hahaha, tuh Niken, denger kan suara Angga? Angga ini Niken, cantik loh orangnya…”
Angga hanya duduk di samping Nadya, melongo tak karuan mendengarkan cewek-cewek mengobrol melalui HPnya. Melihat itu, Nadya pun mengakhiri pecakapannya dengan Niken.
“Iyaa, dadah Niken”
Sekilas Angga melirik Nadya, masih dalam ekspresinya yang sulit di jelaskan.
“Anggaaa, Nadya mau cerita.. Nadya punya sahabat namanya Niken, baik orangnya. Nadya juga punya teman-teman baru, tapi belum terlalu akrab, kamu tau sendiri kan Nadya susah akrab sama orang baru.”
“Hmm, iya, trus?”
Sejak dulu sampai sekarang selalu begitu jawabannya. Seakan-akan Angga tidak tertarik dengan cerita Nadya. Kadang ada saatnya Nadya merasa kesal dengan sikapnya, tapi lambat laun Nadya belajar bertahan dan mulai memakluminya.  Dia hanya berpikir mungkin saja cowok begitu, gak peka, gak bisa memberi tanggapan yang lebih menyenangkan.
“Kok diam?” tanya Angga heran.
“Gapapa ko Ngga. Udah malam, tidur yuk. Besok jangan lupa ajarin Nadya main gitar ya. Goodnight!” Nadya meninggalkan Angga yang masih duduk menatap langit malam yang dihiasi bintang-bintang. Diam-diam Angga tersenyum.
***

Pagi-pagi Nadya sudah dibangunkan oleh kak Siska, kakak perempuannya. Dia membuka sedikit matanya dengan susah payah, tampak kak Siska yang sudah rapi dengan baju olahraga, di sebelahnya -adik perempuannya- Amel, sudah siap juga memakai baju olahraga yang sama seperti Kak Siska.
“Ayo bangun! Kita jogging!”
Dengan berat hati Nadya akhirnya-pun bangun. Kalau saja sekarang dia bukan ada di rumah Angga, pasti dia akan menolak tegas ajakkan jogging kak Siska. Menurutnya, waktu tidur bagi anak sekolah itu limited edition, jadi waktu liburan gini harus dimanfaatkan sebaik mungkin untuk tidur. Matanya masih setengah terpejam, Nadya berlari kecil menuju kamar mandi.
Selesai mandi, Nadya memakai baju olahraga dan tak lupa kerudung segitiganya. Dia keluar kamar, melihat Kak Siska, Amel, Angga, Farhan, dan Kak Rian sudah menunggunya di depan.
“Ayo kita jogging” ucap Nadya memberi semangat. Spontan. Kak Siska dan Amel hanya bisa begong melihat perubahan sikap Nadya.
Mereka jogging berpasangan, Kak Siska dan Kak Rian, Amel dan Farhan, dan tentu saja Nadya dan Angga. Dan siapa lagi yang mengusulkan ‘jogging pasangan’ jika bukan Nadya? Orang yang di maksud hanya bisa senyum-senyum sendiri menahan malu.
Jam menunjukkan pukul 07.10 WIB.  Mereka-pun istirahat dan memesan bubur ayam di pinggir jalan untuk menghilangkan rasa lapar yang sudah dari tadi mengganggu acara jogging mereka. Setelah dirasa cukup, Kak Rian mengusulkan agar segera kembali ke rumah.
“Anggaaa, ayo ajarin main gitar!!!” teriak Nadya, 10 menit setelah menginjakkan kaki di rumah.
“Iya, nanti aku ambil gitarnya dulu”
Angga masuk ke dalam rumah, beberapa menit kemudian dia keluar lagi sambil membawa gitar coklatnya. Dia duduk di teras sebelah Nadya. Mereka berdua masih mengenakan pakaian yang sama –pakaian olahraga-
“Nih, yang gampang dulu, kunci C” Angga memberitahu Nadya kunci C.
Pelan-pelan Angga memberitahu beberapa kunci gitar. Nadya hanya manggut-manggut saja melihatnya.
“Coba nih Nad” Angga memberikan gitarnya pada Nadya. Dengan sigap Nadya mengambilnya dan mencoba kunci-kunci gitar yang baru saja dikasih tahu Angga.
“Salah, telunjuk kamu agak keatasan”
“Gini?”
Setengah jam Nadya belajar gitar, dimulai dari kunci-kuncinya, tapi tidak semudah perkiraannya. Buktinya dia belum bisa semua kunci, dia hanya bisa kunci C, kunci G, kunci E, kunci A dan kunci D. Angga hanya menghela nafas lelah menatap Nadya yang tak mau menyerah.
“Udah dulu deh belajar gitarnya. Nih sekarang aku main gitar, kamu yang nyanyi.” kata Angga, dia mengambil gitarnya.
“Ihh, gak mau, gak bisa nyanyi ah”
Nyanyi? Hal yang menyenangkan, Nadya suka sekali benyanyi, tapi itu hanya untuk didengarnya sendiri. Kalau untuk di dengar orang lain, terutama Angga.???
Gak, aku gak akan mau!
“Ya udah nyanyi yang kamu bisa aja, apa?”
“Ihhh gak peka banget sih, udah main-main aja gak usah pake dinyanyiin.”
“Gak seru, enakan dinyanyiin”
“Ya udah kamu aja yang nyanyi” Nadya mulai ngambek,
“Kan aku udah main gitarnya, masa nyanyi juga, trus kamu ngapain?” Masih keras kepala, Angga tetap tak setuju.
“Jadi penonton setia aja yaa”
Akhirnya Angga pun mengalah. Dia menyanyikan lagu Bruno Mars, Rest of My Life. Nadya pelan-pelan mengikuti Angga menyanyi, hanya dengan suara pelan, dia tidak mau merusak keindahan permainan gitar dan suara Angga. Secara bergantian, Angga bernyanyi sambil sesekali menatapnya lalu menatap gitarnya. Cara permainan gitar yang biasanya hanya di lakukan oleh pemeran tokoh dalam drama-drama. Aaaaah~ Indah sekali.
***

Tanpa terasa sudah 1 minggu keluarga Nadya menginap di rumah Angga. 3 hari lagi mereka sudah masuk sekolah. Memasuki semester baru. Jadi, hari ini Nadya dan keluarganya memasukkan baju dan barang-barang  tertentu ke dalam koper sebelum pamit untuk pulang.
Kembali ke Bekasi lagi, berpisah sama Angga lagi. Membosankan.
“Hati-hati yaaa…” ucap mamanya Angga.
“Iya, makasih banyak Budhe maaf, banyak ngerepotin ya”
“Gak kok sayang”
“Nanti lebaran gantian dong kalian yang ke Bekasi ”
“Oke deh! Siap! hehe”
Orang tua Angga dan orang tua Nadya saling mengucapkan kata perpisahan. Nadya melirik ke arah Angga, menatap matanya, kata orang mata itu gak pernah bohong, selalu jujur. Dan dari mata Angga tidak tampak terpancar rasa kesedihan, apalagi kehilangan.
Aaaaah sudahlah Nad. Jangan berlebihan.
Nadya tersenyum kecut, dia tahu, dia hanya bertepuk sebelah tangan. Angga tidak mungkin berpikir hal yang sama dengan dia, menyukai saudara sepupu? Impossible.
Nadya mengalihkan perhatiannya ke arah Budhe dan mamanya yang saling berpelukan. Tiba-tiba sebuah tangan merangkulnya dan terasa hangat. Kak Rian. Kak Rian hanya tersenyum dan mengucapkan sampai jumpa tahun depan. Tangis Nadya hampir saja pecah. Nadya hanya bisa mengangkat bahu. Mencoba bersikap dewasa di depan mereka.
***

Beberapa bulan kemudian Nadya mendengar kabar buruk dari keluarga Angga. Mama dan ayah Angga telah bercerai. Alasan perceraian itu karena papa Angga selingkuh dengan teman kerjanya di kantor.
Ya ampun Angga, apa yang kamu pikirkan ketika mendengar kata perceraian itu?
Nadya langsung mengambil HPnya dan menelepon Angga. Telepon itu tidak dijawab. Nadya beranggapan Angga memang tidak ingin menjawabnya. Tapi dia tidak putus asa, dia tetap berusaha meneleponnya, hingga pada deringan ke-6, Angga pun menjawab teleponnya.
“Hallo?” jawab Angga malas
“Hallo, Angga?”
“Udah dengar ya kamu?” tanya Angga lirih memotong kata-kata Nadya.
“Ya gitu deh”
“Haha, biasa aja nanggepinnya. Itu kan cuma cerai, bukan meninggal, jadi aku masih bisa ketemu ayahku.” Suaranya datar. Tetap saja ada yang ganjil.
Angga pembohong! Mungkin dia bisa bilang kayak gitu, tapi dari suaranya terdengar nada kesedihan. Nadya ingat Angga pernah berkata bahwa dia bangga dengan sosok ayahnya dan dia ingin menjadi seperti ayahnya itu. Tapi setelah dia tahu ayahnya ternyata selingkuh, dia pasti sangat kecewa. Terlalu kecewa untuk seorang seperti Angga.
“Oy, masih disitu kan?” tanya Angga cemas, karena sejak tadi dia tidak mendengar suara Nadya.
“Kalau mau nangis, nangis aja Ngga, gak perlu pura-pura tegar gitu.” Ucap Nadya bijak
“Apa sih, sejak tinggal di Bekasi kamu jadi lebay ya haha” Suaranya masih sama, bahkan tawa Angga-pun tampak sumbang.
“Gak usah maksain buat ketawa, Ngga. Sama sekali gak lucu” Nadya mulai gemas dengan tingkah sepupunya itu.
“Udah ah, aku mau mandi dulu, bau! Dah Nadya” Angga menutup teleponnya begitu saja.
Mau mandi? Alasan yang aneh.
Nadya melirik jam dinding di kamarnya, jam 11.00 WIB. Angga memang termasuk cowok yang paling rajin mandi, dia selalu mandi pagi, gak mungkin jam segini dia baru mau mandi. Angga memang pembohong yang payah! Dia pasti sengaja menghindari Nadya.
Menurut kabar yang Nadya dapat dari mamanya, Angga, kak Rian dan Farhan tinggal bersama Budhe. Ayah Angga pekerjaannya tidak tetap, selalu pindah-pindah kota. Kalau anak-anaknya ikut ayahnya, sekolah mereka pun harus pindah-pindah, dan itu tidak baik. Mungkin alasan itulah yang menjadi alasan lain kenapa Pakde bisa berbuat hal begitu. Bahkan Pakde jarang bertemu keluarganya. Kasihan mereka…
Awalnya ayah Angga masih suka menghubungi Angga dan saudara-saudaranya, tapi beberapa tahun kemudian, ayah Angga semakin jarang menghubungi mereka.
Perlahan-lahan Angga pun mulai terbiasa hidup tanpa seorang ayah, tanpa kepala rumah tangga. Yang dia pikirkan sekarang adalah membahagiakan satu-satunya orang yang dia sayang, mamanya.
***

EPILOG

Aku sudah di akhir kelas 12. Cepat sekali waktu berlalu…
Tanggal 14 April kemarin. Mereka baru saja melaksanakan UN, dan seminggu yang lalu mereka baru saja menerima hasilnya. Mereka berdua lulus, nilai UN Nadya lebih besar dari Angga, karena itu Angga pun meminta Nadya  untuk mentraktirnya sebagai perayaan. Nadya setuju-setuju saja.
Sekarang, mereka sama-sama sedang menunggu jam 20.00 WIB, di tempat yang berbeda, di waktu yang kurang dan kelebihan 1 atau 2 menit-an. Untu apa? untuk melihat pengumuman SNMPTN. Pengumuman yang kita tunggu-tunggu. Khususnya anak kelas 12.
5 menit lagi…
Deg-deg-deg-deg-deg
Nadya dan Angga sudah siap di depan laptopnya masing-masing, Bekasi dan Gresik, di layar laptop mereka, terlihat  situs SNMPTN. Perasaan mereka tak karuan, Angga sudah tak sabar. Di lain tempat Nadya hampir menangis histeris. Tak lupa mereka berdoa kepada Allah SWT agar diterima di PTN yang mereka inginkan.
Pukul 20.00 WIB…
Angga dan Nadya mengetikkan passwordnya masing-masing, menunggu loading, dan terpampanglah pengumuman SNMPTN >,<
Mereka menatap layar dengan ekspresi yang sama.
“Alhamdulillah…” Ucap salah satu dari mereka
Telepon berdering.
“Hallo, gimana hasilnya?” Tanya Nadya Antusias
“Gagal! Kamu?” Jawab Angga dengan Intonasi yang datar.
“Alhamdulillah keterima. Ya udah jangan sedih Ngga, semangat untuk SBMPTN, pasti bisa!”
“Sedih? Siapa yang sedih? SBMPTN? Buat apa?” Angga tertawa diam-diam di tempatnya
“Buat ikut tes PTN lah” Tampaknya Nadya tidak sedang dalam mood bercanda.
“Ngapain, aku gak keterima dipilihan jurusan satu, tapi keterima dipilihan jurusan kedua tau. Haha” Akhirnya Angga mulai tertawa terbahak-bahak saking lucunya
“Jadi? Kita sama-sama kuliah di UNDIP?” tanya Nadya untuk memastikan. Masih tak percaya. Kecil sekali kemungkinan di terima di pilihan kedua.
“Iya Nadyaaa. Sama-sama di Undip, tapi beda jurusan. Puas?”
Nadya berpikir ulang, dari sekian banyak orang, mereka berdua sama-sama Diterima di UNDIP walaupun beda jurusan. Tetap saja satu universitas! Tapi kemungkinan untuk sama-sama satu kampus-kan sangat kecil. Aneh sekali ya kan?
Apa mungkin ini artinya kita berjodoh? Haha, gak mungkin Nad. Gak mungkin banget!
Flashback ke percakapan Nadya dengan Angga sebulan yang lalu, saat itu Angga meceritakan dengan gembira dipenuhi rasa malu kalau dia sudah punya pacar di Gresik. Namanya Luna.. Nadya malah membayangkan Luna Maya, tapi setelah melihatnya di foto page FB, ternyata Luna wanita yang cantik. Yahhh.. Harapannya sudah pupus, dia tidak mungkin pacaran dengan Angga, tentu saja tidak, mereka saudara sepupu. Tapi, tak pernah Angga berbicara dengan nada malu-malu seperti itu. Tak pernah. Tentu. Kecuali hari itu.
Udah ah, jangan mikirin Angga terus, aku punya kehidupan, kehidupan baruku di UNDIP! Angga tetap sahabat aku! Sepupu aku! Aku cuma nge-fans! Move On Nad!
“Halloo, Nad kamu gak pingsan kan?” Tanya Angga di seberang telepon dengan nada bercanda.
“Gak dong, tunggu aku di UNDIP ya! Bye”
Nadya melihat masa depannya cerah, secerah hatinya saat ini. Dia senang, dia bisa membuat orang tuanya bangga. Dia pun bisa menyusul kak Siska yang sudah lebih dulu masuk UNDIP. Dia akan berusaha menjadi mahasiswi komunikasi yang baik dan membahagiakan keluarganya dan tentu saja, ada Angga di sana. Gak ada lagi kata “Bete” dalam kamus hidupnya.

SELAMAT DATANG KEHIDUPAN BARU ^_^


Makasih buat sahabatku, Annida Sholihah : http://annidatorytory.blogspot.com/

5 Responses to “ANGGA and NADYA”

  1. Unknown says:

    Cerpen ini diangkat dari kisah nyata annida sholihah hahaha :D

  2. Anonim says:

    Bagus :)

  3. Unknown says:

    Bobby : Makasih ya :)

    Aini : Sssttss.. Aini -_-

    Nida : Nid, aini tuh polos..

    Lia : Makasih ya :)

Your Reply